Autobiografi
Meri Hartini
PENGANTAR
D
|
engan mengucapkan segala puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah melimpahkan segala rahmat, taufiq dan hidayah-Nya berupa kesehatan.
Sehingga pada kesempatan yang baik ini saya dapat menyusun autobiografi ini.
Autobiografi ini berisi masa-masa hidup dan pengalaman-pengalaman penulis yang masih diingat hingga ± 21 tahun. Tujuan menulis autobiografi ini agar pembaca mengetahui masa lalu penulis
dan bisa pengambil sikap-sikap positif dari autobiografi penulis ini.
Semoga Allah SWT, memberikan pahala atas kebaikan
semua pihak yang telah memberikan bantuan kepada penulis, baik materil maupun moril. Dalam penyusunan autobiografi ini masih jauh dari sempurna, maka penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
pembaca demi sempurnanya antobiografi ini.
Apabila ada kata-kata yang kurang berkenan, saya
sebagai penulis meminta maaf yang sebesar-besarnya. Terima kasih dan semoga autobiografi ini dapat berguna
bagi pembaca.
Pekanbaru, September
2014
Penulis
DAFTAR
ISI
Pengantar
...........................................
|
i
|
Daftar Isi
............................................
|
iii
|
Persembahan ......................................
|
iv
|
Bagian Pertama: Lahir dari Keluarga Sederhana
...........................................
|
1
|
Bagian Kedua: Pendidikan
................
|
11
|
Bagian Ketiga: Cita-Cita
....................
|
17
|
PERSEMBAHAN
Autobiografi
ini penulis persembahkan kepada:
1. Ayahanda
tercinta Muhammad Jaya (Alm.);
2. Ibunda
terkasih Jaminan (Almh.);
3. Saudaraku
tersayang (Fahrial, Muhammad Yarmi, Nur Mailis, Muhammad Junaidi, Asma Laili,
Cica Marlina, dan Muhammad Jamal Indra Villo);
4.
Keluarga
besar M. Jaya Family;
5.
Dosen
pembimbing, Ermawati S, S.Pd., M.A.;
6.
Teman-teman
seperjuangan; dan
7.
Semua rekan
yang telah membantu menyusun autobiografi ini.
BAGIAN PERTAMA:
Lahir Dari Keluarga Sederhana
N
|
ama
saya Meri Hartini, biasa dipanggil Meri. Saya berjenis kelamin perempuan dan
putera asli Kampar, dilahirkan di Desa Pongkai, kecamatan XIII Koto Kampar pada
tanggal 11 Maret 1993. Saya si bungsu dari tujuh orang bersaudara dari pasangan
Muhammad Jaya (Alm.) dan Jaminan (Almh.). Saya juga memiliki seorang kakak
tiri, anak ayah dari pernikahan pertamanya.
Saya beralamt di jalan Engku Malin Bagindo no. 63 dusun II
desa Pongkai Istiqomah, Kecamatan XIII Koto Kampar, Kabupaten Kampar-Riau. Desa
tempat saya dilahirkan, oleh pemerintah ditenggelamkan untuk pembuatan waduk
pembakit listrik. Sekarang desa itu telah menjadi danau, danau PLTA Koto
Panjang.
Ayah saya, Muhammad Jaya (Alm.) menurut
saya adalah sosok yang mencintai, mengasihi, dan menyayangi keluarga. Ia
mendidik anak-anaknya dengan segala ilmu dan kemampuan yang ia miliki. Jika
anak-anaknya melakukan kesalahan, ia hanya menasehati dan memberikan penga-rahan
agar kami (anak-anaknya) tidak mengulangi kesalahan itu lagi. Ayah tidak pernah
memukul ataupun seje-nisnya apabila kami melakukan kesa-lahan. Bagi saya
pribadi, ia adalah sosok yang keras namun tegas. Itulah mengapa saya sangat
mengagumi dan menyeganinya.
Ayah saya berprofesi sebagai petani.
Ladangnya sering ia tanam dengan berbagai macam jenis tanaman, seperti padi,
jagung, ubi, terong, dan lain-lain. Saya sering diajak ke ladang untuk
membantunya, tentunya bersama dengan ibu. Saat saya masih kecil, ayah selalu
menggendong atau meletakkan saya di pundaknya ketika berangkat menuju ladang
kami.
Di ladang saya disuruh menjaga padi
saat padi mulai masak menguning, menarik kaleng yang digantungkan pada seutas
tali. Kadang-kadang diminta ikut membantunya memanen jagung, ubi atau terong
pada saat musim panen tiba. Kami bersama-sama memanen hasil ladang dengan penuh
suka cita.
Ketika bersama ayah, saya termasuk anak
manja. Itu semua karena ayah selalu menuruti keinginanku. Ia tak pernah menunda
keinginanku (kecuali jika uang tidak ada).
Pada tahun 2005, istrinya (ibuku) jatuh
sakit. Akibat sakitnya itu ia tidak bisa melihat lagi (buta). Sejak saat itu
ayah lebih fokus pada keadaan dan kondisi ibu serta tidak terlalu melibatkan
diri dalam mengolah ladang dan kebun kami. Ia hanya menanami halaman yang kosong
di samping rumah untuk ditanami cabe, tebu atau yang lainya agar bisa mengisi di
saat ada waktu luang setelah memenuhi kebutuhan ibu yang sudah tidak bisa melihat.
Itulah kesehariannya pasca sakitnya ibuku.
Dua tahun kemudian, pada tanggal 30 Mei
2007 ia pergi memdahului kami menghadap Sang Pencipta untuk selamanya karena
sakit pada usianya yang ke 72 tahun. Saat itu, saya masih kelas 2 SMP.
Kepergiannya hanya menyisakan berbagai kenangan yang takkan pernah hilang dari
ingatan, baik suka maupun duka, baik susah maupun bahagia. Jika mengingat
masa-masa yang dilalui bersamanya, air mata jatuh membasahi pipi.
Sepeninggal ayah, ibuku yang tak bisa
melihat dirawat oleh kakakku. Pertama ia ikut kakakku ke Muara Enim, Sumsel. Setelah
empat tahun, ia kembali ke kampung ikut kakak perempuanku.
Ibu saya, Jaminan (Almh.) menurut saya adalah
sosok yang sama dengan ayah. Ia mencintai, mengasihi dan menyayangi
anak-anaknya dalam keadaan seperti apapun. Tak kenal itu susah atau senang,
sedih atau bahagia.
Jika anak-anaknya melakukan kesalahan,
ia selalu memasehati dan memberikan pengarahan agar anak-anaknya tak mengulangi
kesalahan lagi tapi kadang kala, menurut saya ia itu cerewet (bahkan sampai
seharian, hahaha-becanda-). Ia tak pernah memukul atau sejenisnya untuk
menyadarkan kami (anak-anaknya) dari kesalahan. Itulah yang membuat saya takut
karena menghormatinya.
Ibu juga selalu memanjakanku. Ketika ia
masih sehat, ia selalu mengabulkan permintaanku. Apalagi jika saya juara kelas.
Pada tahun 2005, ibuku jatuh sakit. Ia
sakit darah tinggi (tensi) bahkan menyebabkan ia tidak bisa melihat sama
sekali. Berbagai macam pengobatan dilakukan untuk menyembuhkannya, mulai dari
pengobatan secara tradisional sampai modern. Namun, tak ada yang berhasil
Ketika ibu tidak bisa lagi melihat,
saya membantu ayah mengurus semua keperluan dan kebutuhan ibu, mulai dari
menyiapkan makannya, air untuk mandinya, dan perlengkapan sholatnya. Itu saya
lakukan bergantian dengan ayah, kerena dari pagi sampai siang hari saya berada
di sekolah.
Selama dua tahun lamanya ayah membantu
ibu memenuhi kebutuhannya. Kemudian ayah dipanggil Sang Pencipta untuk kembali
ke sisi-Nya. Ibu merasakan sedih yang teramat sangat, karena ia tak bisa
melihat suami tercinta untuk terakhir kalinya. Saat jasad ayah masih
dipembaringan, saya melihat ibu mengikuti kerabat yang membaca do’a untuk ayah
sambil ikut bersimpuh dan mengelus rambut suaminya. Melihat kejadian itu air
mata saya terus mengalir tanpa henti.
Sepeninggal ayah, saya dipindahkan
sekolah oleh kakak pertama saya yang bermana Muhammad Yarmi ke Muara Enim, Sumsel.
Di sana saya melanjutkan sekolah untuk kelas 3 SMP. Ibu juga diikutsertakan,
alasan pertama ibu dibawa adalah untuk mengobati matanya. Dokter mengatakan
bahwa mata ibu saya sudah tidak bisa diobati lagi karena saraf matanya putus.
Saya dan ibu tinggal bersama kakak selama 4 tahun sampai saya menyelesaikan
Sekolah Menengah Kejuruan.
Setelah pulang dari Muara Enim, ibu
tinggal di rumah kakak perempuan saya yang bernama Asma Laili dan untuk memenuhi
keperluan ibu kak Asma dibantu oleh kakak saya yang lain bernama Cica Marlina
(rumah mereka hanya berjarak ± 50 meter) di desa Pongkai, kecamatan Koto Kampar
Hulu. Tiga tahun lamanya ibu tinggal bersama kak Asma dan kak Ica, setelah itu
ibu yang kami cintai berpulang ke rahmatullah untuk selamanya karena sakit.
Ketika masih di rumah sakit, ibu
ditemani oleh kak Asma dan saudara saya yang lain yaitu Fahrial (kakak tiri
saya), Muhammad Junaidi, Nur Mailis, Muhammad Jamal Indra Villo, dan saya
sendiri (tapi tiga hari sebelum ibu meninggal saya kembali ke Pekanbaru untuk
kuliah dan kembali pada hari jumat sore ba’da Ashar). Di sana ibu juga ditemani
oleh kakak perempuannya dan adik laki-lakinya. Pada hari Jum’at tanggal 13
Desember 2013 sekitar pukul 17.30 WIB, ibu menghembuskan nafas terakhir di RSUD
Bangkinang dalam usia 58 tahun.
Ayah dan Ibu adalah sosok yang hebat
yang memberiku inspirasi dan motivasi dalam hidup ini. Inspirasinya mewarnai
hidupku, motivasinya memberi dorongan dan energi baru dalam setiap langkahku.
BAGIAN KEDUA:
Pendidikan
P
|
endidikan
saya jalani mulai dari nol, yaitu pendidikan sekolah dasar di Sekolah Dasar
Negeri 031 Pongkai Istiqomah (sekarang Sekolah Dasar Negeri 018 Pongkai
Istiqomah), masuk tahun 1999 dan lulus
tahun 2005. Saya masuk sekolah pada umur tujuh tahun.
Pada masa awal masuk sekolah, saya
berangkat diantar oleh ibu, kadang-kadang digantikan oleh kak Asma. Kejadian
itu berlangsung beberapa minggu, selanjutnya saya berangkat bersama
teman-teman.
Jika musim hujan tiba, air danau yang
dijadikan pusat pembangkit listrik meluap dan menyebabkan jalan yang di lalui
menuju sekolah tergenang air. Maka, saya dan teman-teman pergi sekolah diantar
oleh orangtua menggunakan perahu. Ada pula teman yang berangkat dan menggunakan
perahu sendiri. Begitu juga dengan guru-guru.
Selama enam tahun sekolah di sana, saya
termasuk murid yang cerdas (walaupun nggak cerdas amat). Itu terbukti dari
prestasi yang saya peroleh. Saya selalu masuk dalam peringkat lima besar.
Selama enam tahun itu pula awal saya
merasakan betapa hausnya saya akan ilmu pengetahuan. Saya juga merasakan suka
duka saat bersama teman-teman seperjuangan dan bersama guru-guru yang
memberikan ilmu pengetahuan selama saya sekolah di sana.
Pada tahun 2005 saya lulus dari SDN 031
Pongkai Istiqomah (sekarang SDN 018 Pongkai Istiqomah) dan melanjutkan
pendidikan menengah pertama di Sekolah Menengah Pertama Negeri 3 Koto Tuo
(sekarang SMPN 2 Koto Tuo). Umur saya masuk SMP ini dua belas tahun.
SMPN 3 Koto Tuo atau SMPN 2 Koto Tuo
ada di desa tetangga, yaitu desa Koto Tuo. Saya dan teman-teman yang sekolah di
sana pergi dan pulang bersama-sama dengan jalan kaki yang membutuhkan waktu
lebih kurang 10-15 menit. Saat pergi dan pulang, kami mengisi kekosongan dengan
membicarakan hal-hal yang lucu untuk menghilangkan lelah selama perjalanan.
Saya mengenyam pendidikan di sana hanya
selama dua tahun lamanya. Karena pada tahun 2007 saya pindah sekolah ke Sekolah
Menengah Pertama Negeri 1 Muara Enim-Sumsel. Pindahnya saya atas saran kakak
saya –Muhammad Yarmi- yang berprofesi sebagai anggota polisi dan dia juga yang
membiayai seluruh biaya pendidikan saya –bahkan pada saat ayah masih hidup-
sampai sekarang saya bisa mengenyam pendidikan di Perguruan Tinggi.
Hanya 1 tahun saya bisa menimba ilmu
dari guru-guru di SMP itu, hanya selama kelas 3 saja. Pada tahun 2008, saya
menyelesaikan pendidikan di sana. Semua siswa dari SMPN 1 Muara Enim lulus 100%
dan melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi.
Saya memilih melanjutkan di Sekolah
Menengah Kejuruan Negeri 1 Muara Enim dan mengambil jurusan Administrasi Perkantoran. Alasan mengapa saya mengambil jurusan ini
adalah agar bisa menjadi admonistrator yang handal.
Pada tahun 2011, saya lulus dengan
nilai yang memuaskan. Begitu juga dengan teman-teman yang lain. Pengumunan
kelulusan kami hanya dihadiri oleh orangtua atau wali.
Saya dan teman-teman hanya menunggu
hasil dari rumah masing, kami juga melakukan kontak melalui handphone untuk
saling bertanya satu dengan yang lain. Ternyata sekolah kami lulus 100%.
Pada tahun 2012 saya mendaftarkan diri
di jalur SMNPTN di Universitas Riau. Namun saya tidak lulus juga. Kemudian saya
mendaftar di Universitas Islam Riau untuk gelombang kedua. Saya mengambil
jurusan Pendidikan Bahasa Indonesia dan Administrasi Niaga. Setelah melakukan
tes, saya lulus untuk jurusan Pendidikan Bahasa Indonesia.
Sekarang saya sudah menjalani kuliah
selama hampir empat semester. Alhamdulillah saya memiliki prestasi nilai yang
sangat memuskan dan pastinya membuat bangga keluarga dan orang-orang di sekitar
saya. Pada semester pertama saya mendapat IPK yaitu 3,58, semester dua saya
mendapat IPK 3,66, semester tiga IPK saya adalah 3,60, dan semester empat saya
mendapat IPK 3,62. Menurut saya nilai itu sudah sangat membanggakan.
BAGIAN KETIGA:
Cita-Cita
P
|
ada
masa saya masih kecil sampai saya SD dan SMP, saya bercita-cita ingin menjadi
seorang dokter. Alasannya adalah dekter
bisa menyembuhkan orang sakit. Jadi, menjadi seorang dokter adalah suatu
pekerjaan yang mulia dan bisa menolong orang lain ketika mereka sakit.
Saat ditanya oleh guru, apakah
cita-cita saya setelah dewasa, dengan lantang saya menjawab “saya ingin menjadi
seorang dokter”. Sedangkan teman-teman yang lain memilih menjadi guru, polisi,
TNI, pilot, dan lain-lain.
Ketika saya melanjutkan pendidikan di
SMK jurusan Administrasi Perkantoran, cita-cita saya berubah. Karena mengambil
jurusan itu, saya bercita-cita menjadi seorang administrator yang handal
dibidangnya.
Selain itu, saya juga bercita-cita
menjadi pengusaha yang bisa memberikan konstribusi bagi bangsa dan negara
tercinta. Pengusaha yang bergerak diberbagai bidang.
Setelah menyelaikan pendidikan di SMK,
saya berencana melanjutkan kuliah. Saya mengambil formulir UMB di Universitas
Riau. Dalam formulir saya memilih jurusan Adminsitrasi Niaga, karena saya ingin
meneruskan jurusan saya pada saat saya masih menempuh pendidikan di SMK.
Namun apa hendak dikata, saya tidak
diterima alias saya tidak lulus tes. Itu membuat saya sangat kecewa. Tapi, saya
sadar mungkin tuhan tak mengizinkan saya menjadi seorang pengusaha. Jika saya
lulus dan akhrirnya saya menjadi pengusaha, mungkin saja saya mudah terpengaruh
untuk melakukan yang namanya KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme). Itu
terliahat dari kehidupan para pengusaha sekarang ini (hanya segelintir saja)
yang suka bermain uang untuk melancarkan bisnis mereka. Bahkan para pejabat
negara pun ikut melakukan hal tersebut untuk melanggengkan kekuasaan mereka (tentunya
dengan bantuan pengusaha juga).
Kemudian saudara saya menyarankan untuk
mendaftar di Universitas Islam Riau. Sayangnya, waktu pendaftaran saat itu
telah ditutup. Juga karena alasan saya ke Muara Enim untuk mengambil ijazah di
SMKN 1 Muara Enim yang tidak bisa diwakilkan.
Akhirnya saudara saya menyarankan untuk
istirahat dari dunia belajar (menganggur dulu) selama satu tahun ke depan. Saya
pun menyanggupi dan kembali ke kampung, saudara saya menyarankan untuk
mengikuti tes masuk universitas tahun depan.
Sekitar sebulan saya di kampung, saya diminta
oleh kepala Sekolah Dasar Negeri 013 Pongkai, Kecamatan Koto Kampar Hulu untuk
menjadi salah staf TU di sekolah yang dia pimpin, alasan dia meminta saya jadi
staf TUnya adalah karena menurutnya saya bisa mengo-perasikan komputer
(walaupun tidak terlalu mahir).
Hari-hari saya jalani sebagai staf TU,
mulai hari Senin sampai Sabtu saya berada di sekolah dari pagi sampai siang
hari (kecuali hari libur yang ditetapkan dinas pendidikan). Kadang-kadang saya
dan kepala sekolah harus pulang sore karena pekerjaan yang harus kami
selesaikan. Saya bekerja sebagai staf TU di Sekolah Dasar Negeri 013 Pongkai
lebih kurang selama delapan bulan.
Sejak saat itu saya menjadi staf TU di
sana. Saya berusaha untuk menjadi staf yang profesional dan bertanggung jawab
dalam menjalan tugas dan menjaga amanah yang diberikan kepada saya. Sejak itu
pula saya merasa bahwa diri saya ditakdirkan menjadi salah satu orang yang
berkecimpung dalam dunia pendidikan.
Inilah jalan yang ditakdirkan Tuhan
yang Maha Kuasa. Tentunya agar saya bisa menjadi seorang pendidik yang bisa mencerdaskan
bangsa Indonesia melalui ilmu yang saya transferkan kepada peserta didik.
Sekarang, inilah cita-citaku yaitu
menjadi seorang guru yang bisa memahami peserta didik dengan berbagai karakter,
guru yang berahklak mulia yang bisa dijadikan tauladan bagi para peserta didik,
guru yang berwibawa dan profesional dalam bekerja, dan beriman dan bertakwa
kepada Tuhan yang Maha Esa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar