Laman

Selasa, 09 Desember 2014

Subjek Predikat Objek dan Keterangan



SUBJEK, PREDIKAT, OBJEK, DAN KETERANGAN

A.           Subjek 
Menurut KBBI (2008: 1344) sub·jek /subjék/ n 1 pokok pembicaraan; pokok bahasan; 2 Ling bagian klausa yg menandai apa yg dikatakan oleh pembicara; pokok kalimat; 3 pelaku: dl pengkajian itu manusia dapat berperan sbg -- di samping sbg objek pengkajian; 4 mata pelajaran: bahasa Indonesia merupakan -- pokok di sekolah; 5 orang, tempat, atau benda yg diamati dl rangka pembuntutan sbg sasaran;
Menurut Finoza (2008: 152), subjek (S) adalah bagian-bagian kalimat yang menunjukkan pelaku, tokoh, sosok, sesuatu hal, atau suatu masalah yang menjadi pokok pembicaraan. Sebagian besar S diisi oleh kata benda/frasa nominal, klausa, atau fasa verbal. Kaidah bahasa Indonesia mensyaratkan setiap kata, frasa, dan klausa pembentuk S harus merujuk pada benda (konkret atau abstrak).
Menurut Harimurti Kridalaksan dalam Kamus Linguistik (2008: 229) subyek (sebject) bagian klausa yang menandai apa yang dikatakan oleh pembicara. Dalam klausa jalan licin berbahaya pembicara membicarakan jalan licin; bagian ini disebut subyek. Dalam beberapa bahasa, mis. Dalam bahasa Inggris, subyek menguasai predikat; bandingkan he dan they dalam he goes dan they go. Konsep ini dibedakan dari topik yang terdapat pada tingkat kalimat. (Definisi ini bertolak dari teori yang membedakan klausa dan kalimat).
Subjek atau pokok kalimat merupakan unsur utama kalimat. Subjek menentukan kejelasan makna kalimat. Penempatan subjek yang tidak tepat, dapat mengaburkan makna kalimat. Keberadaan subjek dalam kalimat berfungsi:
1.             Membentuk kalimat dasar, kalimat luas, kalimat tunggal, kalimat majemuk.
2.             Memperjelas makna.
3.             Menjadi pokok pikiran.
4.             Menegaskan makna
5.             Memperjelas pikiran ungkapan
6.             Membentuk kesatuan pikiran. 
Ciri-ciri subjek 
1.             Jawaban apa atau siapa 
2.             Didahului kata bahwa 
3.             Berupa kata atau frasa benda (nomina) 
4.             Disertai dengan kata ini atau itu 
5.             Disertai pewatas yang 
6.             Kata sifat didahului kata si atau sang: si cantik, si hitam, sang perkasa 
7.             Tidak didahului preposisi: di, dalam, pada, kepada, bagi, untuk, dari, menurut, berdasarkan, dan lain-lain. 
8.             Tidak dapat diingkarkan dengan kata tidak, tetapi dapat dengan kata bukan. 

B.            Predikat 
Menurut KBBI (2008: 1100) pre·di·kat /prédikat/ n 1 Ling bagian kalimat yg menandai apa yg dikatakan oleh pembicara tt subjek; sebutan (dl kalimat); 2 nama, gelar kehormatan, dsb (yg dikenakan pd); 3 jenjang penilaian (dl ujian dsb) yg dinyatakan secara kualitatif: dia lulus dng -- sangat memuaskan;
Menurut Finoza (2008: 150), predikat (P) adalah bagian kalimat yang memberi tahu melakukan perbuatan (action) apa S, yaitu pelaku/tokoh atau sosok di dalam suatu kalimat. Selain itu, P juga menyatakan sifat/keadaan bagaimana S. Termasuk juga sebagai P dalam kalimat adalah pernyataan tentang jumlah sesuatu yang dimiliki oleh S. Satuan bentuk pengisi P dapat berupa kata atau frasa, sebagian besar berkelas verba atau adjektiva, tetapi dapat juga numeralia, nomina, atau frasa nominal.
Menurut Harimurti Kridalaksan dalam Kamus Linguistik (2008: 198) predikat (predicate) bagian klausa yang menandai apa yang dikatakan oleh pembicara tentang subyek. Galam klausa Jalan licin berbahaya pembicara membicarakan jalan licin (subyek); tentang jalan licin ia mengatakan berbahaya; bagian ini disebut predikat. Dalam beberaa bahasa, a.l. dalam bahasa Indo-Eropa, predikat harus mengandung unsur verbal.
Seperti halnya dengan subjek, predikat kalimat kebanyakan muncul secara eksplisit. Keberadaan predikat dalam kalimat berfungsi: 
1.             Membentuk kalimat dasar, kalimat tunggal, kalimat luas, kalimat majemuk.
2.             Menjadi unsur penjelas, yaitu memperjelas pikiran atau gagasan yang diungkapkan dan menentukan kejelasan makna kalimat.
3.             Menegaskan makna.
4.             Membentuk kesatuan pikiran.
5.             Sebagai sebutan. 
Ciri-ciri predikat
1.             Jawaban mengapa, bagaimana 
2.             Dapat diingkarkan dengan tidak atau bukan 
3.             Dapat didahului keterangan aspek: akan, seudah, sedang, selalu, hampir 
4.             Dapat didahului keterangan modalitas: sebaiknya, seharusnya, seyogyanya, mesti, selayaknya, dan lain-lain 
5.             Tidak didahului kata yang, jika didahului yang predikat berubah fungsi menjadi perluasan subjek 
6.             Didahului kata adalah, ialah, yaitu, yakni 
7.             Predikat dapat berupa kata benda, kata kerja, kata sifatm atau bilangan. 

C.           Objek 
Menurut KBBI (2008: 974) ob·jek /objék/ n 1 hal, perkara, atau orang yg menjadi pokok pembicaraan; 2 Kim benda, hal, dsb yg dijadikan sasaran untuk diteliti, diperhatikan, dsb: -- penelitian ini adalah tata kehidupan suku terasing di Riau; 3 Ling nomina yg melengkapi verba transitif dl klausa, msl teh manis dl kalimat Kiki minum teh manis; 4 hal atau benda yg menjadi sasaran usaha sambilan: berdagang kain menjadi salah satu -- orang- orang di kota itu; 5 Fis titik atau himpunan yg bertindak sbg sumber cahaya bagi suatu lensa, cermin, atau bagi suatu sistem lensa;
Menurut Finoza(2008: 153), objek (O) adalah bagian kalimat yang melengkapi P. Objek pada umumnya diisi oleh nomina, frasa nominal, atau klausa. Letak objek selalu di belakang P yang berupa verba transitif, yaitu verba yang menuntut wajib hadirnya O.
Menurut Harimurti Kridalaksan dalam Kamus Linguistik (2008: 166), obyek (object) 1. nomina atau kelompok nomina yang melengkapi verba-verba tertentu dalam klausa; mis. teh manis dalam Kiki munum teh manis; 2. semantik. Kasus yang paling netral dan biasanya ada dalam tiap rumus kasus; benda yang ada dalam keadaan apapun; mis. nomina dalam Orang itu sakit atau Korban ini mati; 3. kategori semantis yang dalam semua bahasa menunjuk pada orang, binatang, tempat, benda dsb; mis. Orang, kuda, gunung, meja, jiwa.
Subjek dan predikat cenderung muncul secara eksplisit dalam kalimat, namun objek tidaklah demikian halnya. Kehadiran objek dalam kalimat bergantung pada jenis predikat kalimat serta ciri khas objek itu sendiri. Predikat kalimat yang berstatus transitif mempunyai objek. Biasanya, predikat ini berupa kata kerja berkonfiks me-kan, atau me-i, misalnya: mengembalikan, mengumpulkan; me-i, misalnya: mengambili, melempari, mendekati. Dalam kalimat, objek berfungsi:
1.             Membentuk kalimat dasar pada kalimat berpredikat transitif.
2.             Memperjelas makna kalimat.
3.             Membentuk kesatuan atau kelengkapan pikiran. 
Ciri-ciri objek
1.             Berupa kata benda 
2.             Tidak didahului kata depan 
3.             Mengikuti secara langsung di belakang predikat transitif 
4.             Jawaban apa atau siapa yang terletak di belakang predikat transitif 
5.             Dapat menduduki fungsi subjek apabila kalimat itu dipasifkan. 

D.           Keterangan 
Menurut KBBI (2008: 1448) ke·te·rang·an n 1 uraian dsb untuk menerangkan sesuatu; penjelasan: sebelum pameran dibuka, ketua panitia memberikan ~ tt tujuan diadakannya pameran; 2 sesuatu yg menjadi petunjuk, spt bukti, tanda; segala sesuatu yg sudah diketahui atau yg menyebabkan tahu; segala alasan: saksi diminta memberikan ~ yg sejujur-jujurnya; 3 Ling kata atau kelompok kata yg menerangkan (menentukan) kata atau bagian kalimat yg lain: ~ tempat, ~ waktu;
Menurut Finoza (2008: 155), keterangan (Ket) adalah bagian kalimat yang menerangkan P dalam sebuah kalimat. Posisi Ket boleh manasuka, di awal, di tengah, atau di akhir kalimat. Pengisi Ket dapat berupa adverbia, frasa niminal, frasa preposisional, atau klausa.
Menurut Harimurti Kridalaksan dalam Kamus Linguistik (2008: 120), keterangan (adjunct) kata atau kelompok kata yang dipakai untuk meluaskan atau membatasi makna subyek atau predikat dalam klausa.
Keterangan kalimat berfungsi memperjelas atau melengkapi informasi pesan-pesan kalimat. Tanpa keterangan, informasi menjadi tidak jelas. Hal ini dapat dirasakan kehadirannya terutama dalam surat undangan, laporan penelitian, dan informasi yang terkait dengan tempat, waktu, sebab, dan lain-lain. 
Ciri-ciri keterangan:  
1.             Bukan unsur utama kalimat, tetapi kalimat tanpa keterangan, pesan menjadi tidak jelas, dan tidak lengkap. 
2.             Tempat tidak terikat posisi, pada awal, tengah, atau akhir kalimat 
3.             Dapat berupa: keterangan waktu, tujuan, tempat, sebab, akibat, syarat, cara, posesif (posesif ditrandai kata meskipun, walaupun, atau biarpun), dan pengganti nomina (menggunakan kata bahwa).

Senin, 01 Desember 2014

AUTOBIOGRAFI



Autobiografi
Meri Hartini

PENGANTAR
D
engan mengucapkan segala puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan segala rahmat, taufiq dan hidayah-Nya berupa kesehatan. Sehingga pada kesempatan yang baik ini saya dapat menyusun autobiografi ini.
Autobiografi ini berisi masa-masa hidup dan pengalaman-pengalaman penulis yang masih diingat  hingga ± 21 tahun. Tujuan menulis autobiografi ini agar pembaca mengetahui masa lalu penulis dan bisa pengambil sikap-sikap positif dari autobiografi penulis ini.
Semoga Allah SWT, memberikan pahala atas kebaikan semua pihak yang telah memberikan bantuan kepada penulis, baik materil maupun moril. Dalam penyusunan autobiografi ini masih jauh dari sempurna, maka penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi sempurnanya antobiografi ini.
Apabila ada kata-kata yang kurang berkenan, saya sebagai penulis meminta maaf yang sebesar-besarnya. Terima kasih dan semoga autobiografi ini dapat berguna bagi pembaca.
                                                                   Pekanbaru, September 2014

                                                                     Penulis



DAFTAR ISI
Pengantar ...........................................
i
Daftar Isi ............................................
iii
Persembahan ......................................
iv
Bagian Pertama: Lahir dari Keluarga Sederhana ...........................................

1
Bagian Kedua: Pendidikan ................
11
Bagian Ketiga: Cita-Cita ....................
17




PERSEMBAHAN
Autobiografi ini penulis persembahkan kepada:
1.     Ayahanda tercinta Muhammad Jaya (Alm.);
2.     Ibunda terkasih Jaminan (Almh.);
3.  Saudaraku tersayang (Fahrial, Muhammad Yarmi, Nur Mailis, Muhammad Junaidi, Asma Laili, Cica Marlina, dan Muhammad Jamal Indra Villo);
4.         Keluarga besar M. Jaya Family;
5.         Dosen pembimbing, Ermawati S, S.Pd., M.A.;
6.         Teman-teman seperjuangan; dan
7.         Semua rekan yang telah membantu menyusun autobiografi ini.

BAGIAN PERTAMA:
Lahir Dari Keluarga Sederhana

N
ama saya Meri Hartini, biasa dipanggil Meri. Saya berjenis kelamin perempuan dan putera asli Kampar, dilahirkan di Desa Pongkai, kecamatan XIII Koto Kampar pada tanggal 11 Maret 1993. Saya si bungsu dari tujuh orang bersaudara dari pasangan Muhammad Jaya (Alm.) dan Jaminan (Almh.). Saya juga memiliki seorang kakak tiri, anak ayah dari pernikahan pertamanya.
Saya beralamt di jalan Engku Malin Bagindo no. 63 dusun II desa Pongkai Istiqomah, Kecamatan XIII Koto Kampar, Kabupaten Kampar-Riau. Desa tempat saya dilahirkan, oleh pemerintah ditenggelamkan untuk pembuatan waduk pembakit listrik. Sekarang desa itu telah menjadi danau, danau PLTA Koto Panjang.
Ayah saya, Muhammad Jaya (Alm.) menurut saya adalah sosok yang mencintai, mengasihi, dan menyayangi keluarga. Ia mendidik anak-anaknya dengan segala ilmu dan kemampuan yang ia miliki. Jika anak-anaknya melakukan kesalahan, ia hanya menasehati dan memberikan penga-rahan agar kami (anak-anaknya) tidak mengulangi kesalahan itu lagi. Ayah tidak pernah memukul ataupun seje-nisnya apabila kami melakukan kesa-lahan. Bagi saya pribadi, ia adalah sosok yang keras namun tegas. Itulah mengapa saya sangat mengagumi dan menyeganinya.
Ayah saya berprofesi sebagai petani. Ladangnya sering ia tanam dengan berbagai macam jenis tanaman, seperti padi, jagung, ubi, terong, dan lain-lain. Saya sering diajak ke ladang untuk membantunya, tentunya bersama dengan ibu. Saat saya masih kecil, ayah selalu menggendong atau meletakkan saya di pundaknya ketika berangkat menuju ladang kami.
Di ladang saya disuruh menjaga padi saat padi mulai masak menguning, menarik kaleng yang digantungkan pada seutas tali. Kadang-kadang diminta ikut membantunya memanen jagung, ubi atau terong pada saat musim panen tiba. Kami bersama-sama memanen hasil ladang dengan penuh suka cita.
Ketika bersama ayah, saya termasuk anak manja. Itu semua karena ayah selalu menuruti keinginanku. Ia tak pernah menunda keinginanku (kecuali jika uang tidak ada).
Pada tahun 2005, istrinya (ibuku) jatuh sakit. Akibat sakitnya itu ia tidak bisa melihat lagi (buta). Sejak saat itu ayah lebih fokus pada keadaan dan kondisi ibu serta tidak terlalu melibatkan diri dalam mengolah ladang dan kebun kami. Ia hanya menanami halaman yang kosong di samping rumah untuk ditanami cabe, tebu atau yang lainya agar bisa mengisi di saat ada waktu luang setelah memenuhi kebutuhan ibu yang sudah tidak bisa melihat. Itulah kesehariannya pasca sakitnya ibuku.
Dua tahun kemudian, pada tanggal 30 Mei 2007 ia pergi memdahului kami menghadap Sang Pencipta untuk selamanya karena sakit pada usianya yang ke 72 tahun. Saat itu, saya masih kelas 2 SMP. Kepergiannya hanya menyisakan berbagai kenangan yang takkan pernah hilang dari ingatan, baik suka maupun duka, baik susah maupun bahagia. Jika mengingat masa-masa yang dilalui bersamanya, air mata jatuh membasahi pipi.
Sepeninggal ayah, ibuku yang tak bisa melihat dirawat oleh kakakku. Pertama ia ikut kakakku ke Muara Enim, Sumsel. Setelah empat tahun, ia kembali ke kampung ikut kakak perempuanku.
Ibu saya, Jaminan (Almh.) menurut saya adalah sosok yang sama dengan ayah. Ia mencintai, mengasihi dan menyayangi anak-anaknya dalam keadaan seperti apapun. Tak kenal itu susah atau senang, sedih atau bahagia.
Jika anak-anaknya melakukan kesalahan, ia selalu memasehati dan memberikan pengarahan agar anak-anaknya tak mengulangi kesalahan lagi tapi kadang kala, menurut saya ia itu cerewet (bahkan sampai seharian, hahaha-becanda-). Ia tak pernah memukul atau sejenisnya untuk menyadarkan kami (anak-anaknya) dari kesalahan. Itulah yang membuat saya takut karena menghormatinya.
Ibu juga selalu memanjakanku. Ketika ia masih sehat, ia selalu mengabulkan permintaanku. Apalagi jika saya juara kelas.
Pada tahun 2005, ibuku jatuh sakit. Ia sakit darah tinggi (tensi) bahkan menyebabkan ia tidak bisa melihat sama sekali. Berbagai macam pengobatan dilakukan untuk menyembuhkannya, mulai dari pengobatan secara tradisional sampai modern. Namun, tak ada yang berhasil
Ketika ibu tidak bisa lagi melihat, saya membantu ayah mengurus semua keperluan dan kebutuhan ibu, mulai dari menyiapkan makannya, air untuk mandinya, dan perlengkapan sholatnya. Itu saya lakukan bergantian dengan ayah, kerena dari pagi sampai siang hari saya berada di sekolah.
Selama dua tahun lamanya ayah membantu ibu memenuhi kebutuhannya. Kemudian ayah dipanggil Sang Pencipta untuk kembali ke sisi-Nya. Ibu merasakan sedih yang teramat sangat, karena ia tak bisa melihat suami tercinta untuk terakhir kalinya. Saat jasad ayah masih dipembaringan, saya melihat ibu mengikuti kerabat yang membaca do’a untuk ayah sambil ikut bersimpuh dan mengelus rambut suaminya. Melihat kejadian itu air mata saya terus mengalir tanpa henti.
Sepeninggal ayah, saya dipindahkan sekolah oleh kakak pertama saya yang bermana Muhammad Yarmi ke Muara Enim, Sumsel. Di sana saya melanjutkan sekolah untuk kelas 3 SMP. Ibu juga diikutsertakan, alasan pertama ibu dibawa adalah untuk mengobati matanya. Dokter mengatakan bahwa mata ibu saya sudah tidak bisa diobati lagi karena saraf matanya putus. Saya dan ibu tinggal bersama kakak selama 4 tahun sampai saya menyelesaikan Sekolah Menengah Kejuruan.
Setelah pulang dari Muara Enim, ibu tinggal di rumah kakak perempuan saya yang bernama Asma Laili dan untuk memenuhi keperluan ibu kak Asma dibantu oleh kakak saya yang lain bernama Cica Marlina (rumah mereka hanya berjarak ± 50 meter) di desa Pongkai, kecamatan Koto Kampar Hulu. Tiga tahun lamanya ibu tinggal bersama kak Asma dan kak Ica, setelah itu ibu yang kami cintai berpulang ke rahmatullah untuk selamanya karena sakit.
Ketika masih di rumah sakit, ibu ditemani oleh kak Asma dan saudara saya yang lain yaitu Fahrial (kakak tiri saya), Muhammad Junaidi, Nur Mailis, Muhammad Jamal Indra Villo, dan saya sendiri (tapi tiga hari sebelum ibu meninggal saya kembali ke Pekanbaru untuk kuliah dan kembali pada hari jumat sore ba’da Ashar). Di sana ibu juga ditemani oleh kakak perempuannya dan adik laki-lakinya. Pada hari Jum’at tanggal 13 Desember 2013 sekitar pukul 17.30 WIB, ibu menghembuskan nafas terakhir di RSUD Bangkinang dalam usia 58 tahun.
Ayah dan Ibu adalah sosok yang hebat yang memberiku inspirasi dan motivasi dalam hidup ini. Inspirasinya mewarnai hidupku, motivasinya memberi dorongan dan energi baru dalam setiap langkahku.















BAGIAN KEDUA:
Pendidikan

P
endidikan saya jalani mulai dari nol, yaitu pendidikan sekolah dasar di Sekolah Dasar Negeri 031 Pongkai Istiqomah (sekarang Sekolah Dasar Negeri 018 Pongkai Istiqomah), masuk tahun 1999 dan lulus  tahun 2005. Saya masuk sekolah pada umur tujuh tahun.
Pada masa awal masuk sekolah, saya berangkat diantar oleh ibu, kadang-kadang digantikan oleh kak Asma. Kejadian itu berlangsung beberapa minggu, selanjutnya saya berangkat bersama teman-teman.
Jika musim hujan tiba, air danau yang dijadikan pusat pembangkit listrik meluap dan menyebabkan jalan yang di lalui menuju sekolah tergenang air. Maka, saya dan teman-teman pergi sekolah diantar oleh orangtua menggunakan perahu. Ada pula teman yang berangkat dan menggunakan perahu sendiri. Begitu juga dengan guru-guru.
Selama enam tahun sekolah di sana, saya termasuk murid yang cerdas (walaupun nggak cerdas amat). Itu terbukti dari prestasi yang saya peroleh. Saya selalu masuk dalam peringkat lima besar.
Selama enam tahun itu pula awal saya merasakan betapa hausnya saya akan ilmu pengetahuan. Saya juga merasakan suka duka saat bersama teman-teman seperjuangan dan bersama guru-guru yang memberikan ilmu pengetahuan selama saya sekolah di sana.
Pada tahun 2005 saya lulus dari SDN 031 Pongkai Istiqomah (sekarang SDN 018 Pongkai Istiqomah) dan melanjutkan pendidikan menengah pertama di Sekolah Menengah Pertama Negeri 3 Koto Tuo (sekarang SMPN 2 Koto Tuo). Umur saya masuk SMP ini dua belas tahun.
SMPN 3 Koto Tuo atau SMPN 2 Koto Tuo ada di desa tetangga, yaitu desa Koto Tuo. Saya dan teman-teman yang sekolah di sana pergi dan pulang bersama-sama dengan jalan kaki yang membutuhkan waktu lebih kurang 10-15 menit. Saat pergi dan pulang, kami mengisi kekosongan dengan membicarakan hal-hal yang lucu untuk menghilangkan lelah selama perjalanan.
Saya mengenyam pendidikan di sana hanya selama dua tahun lamanya. Karena pada tahun 2007 saya pindah sekolah ke Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Muara Enim-Sumsel. Pindahnya saya atas saran kakak saya –Muhammad Yarmi- yang berprofesi sebagai anggota polisi dan dia juga yang membiayai seluruh biaya pendidikan saya –bahkan pada saat ayah masih hidup- sampai sekarang saya bisa mengenyam pendidikan di Perguruan Tinggi.
Hanya 1 tahun saya bisa menimba ilmu dari guru-guru di SMP itu, hanya selama kelas 3 saja. Pada tahun 2008, saya menyelesaikan pendidikan di sana. Semua siswa dari SMPN 1 Muara Enim lulus 100% dan melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi.
Saya memilih melanjutkan di Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 1 Muara Enim dan mengambil jurusan Administrasi Perkantoran.  Alasan mengapa saya mengambil jurusan ini adalah agar bisa menjadi admonistrator yang handal.
Pada tahun 2011, saya lulus dengan nilai yang memuaskan. Begitu juga dengan teman-teman yang lain. Pengumunan kelulusan kami hanya dihadiri oleh orangtua atau wali.
Saya dan teman-teman hanya menunggu hasil dari rumah masing, kami juga melakukan kontak melalui handphone untuk saling bertanya satu dengan yang lain. Ternyata sekolah kami lulus 100%.
Pada tahun 2012 saya mendaftarkan diri di jalur SMNPTN di Universitas Riau. Namun saya tidak lulus juga. Kemudian saya mendaftar di Universitas Islam Riau untuk gelombang kedua. Saya mengambil jurusan Pendidikan Bahasa Indonesia dan Administrasi Niaga. Setelah melakukan tes, saya lulus untuk jurusan Pendidikan Bahasa Indonesia.
Sekarang saya sudah menjalani kuliah selama hampir empat semester. Alhamdulillah saya memiliki prestasi nilai yang sangat memuskan dan pastinya membuat bangga keluarga dan orang-orang di sekitar saya. Pada semester pertama saya mendapat IPK yaitu 3,58, semester dua saya mendapat IPK 3,66, semester tiga IPK saya adalah 3,60, dan semester empat saya mendapat IPK 3,62. Menurut saya nilai itu sudah sangat membanggakan.







BAGIAN KETIGA:
Cita-Cita

P
ada masa saya masih kecil sampai saya SD dan SMP, saya bercita-cita ingin menjadi seorang dokter. Alasannya adalah  dekter bisa menyembuhkan orang sakit. Jadi, menjadi seorang dokter adalah suatu pekerjaan yang mulia dan bisa menolong orang lain ketika mereka sakit.
Saat ditanya oleh guru, apakah cita-cita saya setelah dewasa, dengan lantang saya menjawab “saya ingin menjadi seorang dokter”. Sedangkan teman-teman yang lain memilih menjadi guru, polisi, TNI, pilot, dan lain-lain.
Ketika saya melanjutkan pendidikan di SMK jurusan Administrasi Perkantoran, cita-cita saya berubah. Karena mengambil jurusan itu, saya bercita-cita menjadi seorang administrator yang handal dibidangnya.
Selain itu, saya juga bercita-cita menjadi pengusaha yang bisa memberikan konstribusi bagi bangsa dan negara tercinta. Pengusaha yang bergerak diberbagai bidang.
Setelah menyelaikan pendidikan di SMK, saya berencana melanjutkan kuliah. Saya mengambil formulir UMB di Universitas Riau. Dalam formulir saya memilih jurusan Adminsitrasi Niaga, karena saya ingin meneruskan jurusan saya pada saat saya masih menempuh pendidikan di SMK.
Namun apa hendak dikata, saya tidak diterima alias saya tidak lulus tes. Itu membuat saya sangat kecewa. Tapi, saya sadar mungkin tuhan tak mengizinkan saya menjadi seorang pengusaha. Jika saya lulus dan akhrirnya saya menjadi pengusaha, mungkin saja saya mudah terpengaruh untuk melakukan yang namanya KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme). Itu terliahat dari kehidupan para pengusaha sekarang ini (hanya segelintir saja) yang suka bermain uang untuk melancarkan bisnis mereka. Bahkan para pejabat negara pun ikut melakukan hal tersebut untuk melanggengkan kekuasaan mereka (tentunya dengan bantuan pengusaha juga).
Kemudian saudara saya menyarankan untuk mendaftar di Universitas Islam Riau. Sayangnya, waktu pendaftaran saat itu telah ditutup. Juga karena alasan saya ke Muara Enim untuk mengambil ijazah di SMKN 1 Muara Enim yang tidak bisa diwakilkan.
Akhirnya saudara saya menyarankan untuk istirahat dari dunia belajar (menganggur dulu) selama satu tahun ke depan. Saya pun menyanggupi dan kembali ke kampung, saudara saya menyarankan untuk mengikuti tes masuk universitas tahun depan.
 Sekitar sebulan saya di kampung, saya diminta oleh kepala Sekolah Dasar Negeri 013 Pongkai, Kecamatan Koto Kampar Hulu untuk menjadi salah staf TU di sekolah yang dia pimpin, alasan dia meminta saya jadi staf TUnya adalah karena menurutnya saya bisa mengo-perasikan komputer (walaupun tidak terlalu mahir).
Hari-hari saya jalani sebagai staf TU, mulai hari Senin sampai Sabtu saya berada di sekolah dari pagi sampai siang hari (kecuali hari libur yang ditetapkan dinas pendidikan). Kadang-kadang saya dan kepala sekolah harus pulang sore karena pekerjaan yang harus kami selesaikan. Saya bekerja sebagai staf TU di Sekolah Dasar Negeri 013 Pongkai lebih kurang selama delapan bulan.
Sejak saat itu saya menjadi staf TU di sana. Saya berusaha untuk menjadi staf yang profesional dan bertanggung jawab dalam menjalan tugas dan menjaga amanah yang diberikan kepada saya. Sejak itu pula saya merasa bahwa diri saya ditakdirkan menjadi salah satu orang yang berkecimpung dalam dunia pendidikan.
Inilah jalan yang ditakdirkan Tuhan yang Maha Kuasa. Tentunya agar saya bisa menjadi seorang pendidik yang bisa mencerdaskan bangsa Indonesia melalui ilmu yang saya transferkan kepada peserta didik.
Sekarang, inilah cita-citaku yaitu menjadi seorang guru yang bisa memahami peserta didik dengan berbagai karakter, guru yang berahklak mulia yang bisa dijadikan tauladan bagi para peserta didik, guru yang berwibawa dan profesional dalam bekerja, dan beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa.