ANALISIS
KESALAHAN BERBAHASA
PADA CERAMAH AGAMA
(KH. ZAENUDDIN MZ. - ZAKAT, INFAK, SODAQOH)
1.
Tataran fonologi
a.
Perubahan fonem
· Untuk mencapei tujuan itu, kita harus punya
alat.
Kata mencapei adalah bentuk tidak baku dan salah dalam
penggunaannya. Kata tersebut mengalami perubahan fonem, yaitu fonem /a/ menjadi
fonem /e/. Jika kita mengikuti kaidah bahasa yang benar maka kata mencapei
seharusnya diganti dengan mencapai.
Kata mencapei tidak ada dalam KBBI. Sedangkan mencapai dalam KBBI
(2008: ) memiliki makna: ca·pai [1] v, men·ca·pai v 1
hendak memegang (dng mengulurkan tangan, belalai, dsb): anak kecil itu
mengulurkan tangan hendak ~ stoples di atas meja; ibarat si cebol hendak ~
bulan; 2 sampai (ke): pd keesokan harinya barulah mereka ~ Yogya;
beliau hampir ~ usia seratus tahun; 3 menyampaikan (maksud, tujuan,
cita-cita, dsb): untuk ~ tujuan itu kita harus bersatu dan berani berkorban;
4 memperoleh (mendapat) sesuatu dng usaha: ia ~ hasil yg memuaskan;
Jadi, bentuk baku kalimat di atas adalah:
Untuk mencapai tujuan itu, kita harus punya
alat.
· Kalo alat dijadikan tujuan, maka kita akan kehilangan tujuan yang
sebenarnya.
Kata kalo adalah bentukan tidak baku yang mengalami perubahan
fonem. Fonem /au/ tergantikan oleh fonem /o/ sehingga menjadi kalo. Kita sebaiknya
mengikuti kaidah tata bahasa yang baik dan benar. Jadi, kata kalo seharusnya
berubah menjadi kata kalau.
Kata kalo dalam KBBI (2008: ) berarti: ka·lo [1] Jw n alat untuk menyaring santan yg
terbuat dr anyaman bambu yg berbentuk setengah bola; tapisan. Kata tersebut
tidak memiliki sangkut paut dalam kalimat di atas.
Kata kalau dalam KBBI (2008: ) berarti: ka·lau p 1
kata penghubung untuk menandai syarat: -- keluar, harus minta izin dulu;
2 seandainya: -- ia tidak mau membayar utangnya, apa yg akan kauperbuat;
3 bagi; adapun: -- saya, perkara itu mudah saja memecahkannya;
Jadi, bentuk baku untuk
kalimat di atas adalah:
Kalau alat dijadikan
tujuan, maka kita akan kehilangan tujuan yang sebenarnya.
· Setelah dapat dia cuma sekedar alat.
Kata sekedar adalah bentukan tidak baku yang mengalami perubahan
fonem. Fonem /a/ tergantikan oleh fonem /e/ sehingga menjadi sekedar. Kita sebaiknya
mengikuti kaidah tata bahasa yang baik dan benar. Jadi, kata sekedar seharusnya
berubah menjadi kata sekadar.
Kata sekedar tidak memiliki makna dalam KBBI, sedangkan kata
sekadar memiliki makna: se·ka·dar adv 1 sesuai atau
seimbang dng; menurut keadaan (kemungkinan, keperluan, dsb); sepadan (dng): ia
berbicara ~ perlu dan pentingnya; 2 hanya untuk: ~ memperoleh
ketepatan ejaan; semua itu ~ olok-olok; 3 seperlunya; seadanya: hal
itu akan kuceritakan ~ nya
Jadi, bentuk baku kalimat di atas adalah:
Setelah dapat dia Cuma sekadar alat.
· Kalau itu kita gunakan harom hukumnya.
Kata harom adalah bentuk tidak baku dan salah dalam penggunaannya. Kata
tersebut mengalami perubahan fonem, yaitu fonem /a/ menjadi fonem /o/. Jika kita
mengikuti kaidah bahasa yang benar maka kata harom seharusnya diganti dengan haram.
Dalam KBBI, kata harom tidak ada. Kata haram dalam KBBI (2008: )
memiliki makna: ha·ram a 1 terlarang (oleh agama Islam);
tidak halal: -- hukumnya apabila makan bangkai; 2 suci;
terpelihara; terlindung: tanah -- di Mekah itu adalah semulia-mulia tempat
di atas bumi; 3 sama sekali tidak; sungguh-sungguh tidak: selangkah
-- aku surut; 4 terlarang oleh undang-undang; tidak sah;
Jadi, bentuk bakunya adalah:
Kalau itu kita gunakan, haram hukumnya.
· Nisob adalah jumlah batas maksimal dari harta yang dikeluarkan zakatnya.
Kata nisob adalah bentuk tidak baku dan salah dalam penggunaannya. Kata
tersebut mengalami perubahan fonem, yaitu fonem /a/ menjadi fonem /o/. Jika kita
mengikuti kaidah bahasa yang benar maka kata nisob seharusnya diganti dengan nisab.
Kata nisob tidak ada dalam KBBI. Sedangkan nisab memiliki makna: ni·sab
n jumlah harta benda minimum yg dikenakan zakat
b.
Pehilangan fonem
· Mari kita liat apa perlunya zakat dalam hidup ini.
Kata liat adalah bentuk tidak baku dan juga tidak sesuai dengan
kaidah tata bahasa yang benar dalam kalimat di atas. Kesalahan yang terdapat
pada kalimat di atas adalah penghilangan fonem /h/ pada kata liat. Seharusnya kata
liat menggunakan fonem /h/ menjadi lihat. Kata lihat adalah bentuk baku dan
sesuai dengan kaidah tata bahasa.
Kata liat dalam KBBI (2008: ) memiliki makna: li·at [1] a 1 lemah (tidak kaku), tetapi
tidak mudah patah atau putus; kenyal: daging yg --; 2 pekat;
lekat sekali: lempung (tanah) ini sangat --; adonan ini -- sekali; 3
ki tidak mudah kalah; 4 ki sukar atau segan membayar utang
Sedangkan kata lihat dalam KBBI (2008: ) bermakna: li·hat v,
me·li·hat v 1 menggunakan mata untuk memandang;
(memperhatikan): kepala desa ~ rakyat membersihkan selokan; 2
menonton: nanti malam kami akan ~ pertandingan tinju; 3
mengetahui; membuktikan: saya ingin ~ sampai di mana kemampuannya; 4
menilik: ~ gelagatnya, kedatangan mereka mempunyai maksud yg kurang baik;
5 meramalkan: seorang ahli nujum atau astrolog dapat ~ nasib
seseorang; 6 menengok (orang sakit); menjenguk: kami merencanakan
untuk ~ kakek di rumah sakit;
Jadi bentuk bakunya adalah:
Mari kita lihat apa perlunya zakat dalam hidup ini.
· Kita tau, kita mampu, dan kita diam saja.
Kata tau adalah bentuk tidak baku dan juga tidak sesuai dengan
kaidah tata bahasa yang benar dalam kalimat di atas. Kesalahan yang terdapat
pada kalimat di atas adalah penghilangan fonem /h/. Seharusnya, jika mengikuti
kaidah maka fonem /h/ diucapkan dalam kalimat di atas untuk kata tahu.
Kata tau tidak memiliki makna, sedangkan kata tahu dalam KBBI
(2008: ) memiliki makna: be·ri ta·hu v, mem·be·ri ta·hu
v menjadikan supaya tahu (mengerti): saya akan - orang tuanya di
kampung tt keadaan anak itu;
Jadi, bentuk bakunya adalah:
Kita tahu, kita mampu, dan kita diam saja.
· Oleh karna itu, di dalam islam hak milik pribadi
tetap diakui.
Kata karna adalah bentuk tidak baku dan juga tidak sesuai dengan
kaidah tata bahasa yang benar dalam kalimat di atas. Kesalahan yang terdapat
pada kalimat di atas adalah penghilangan fonem /e/. Seharusnya, jika mengikuti
kaidah maka fonem /e/ diucapkan dalam kalimat di atas untuk kata karena.
Karna tidak memiliki makna dalam KBBI, sedangkan kata karena dalam
KBBI (2008: ) memiliki makna: ka·re·na p 1 kata penghubung
untuk menandai sebab atau alasan: berani -- benar, takut -- salah; 2
disebabkan oleh; lantaran: dia sakit hati -- kamu;
Jadi, bentuk bakunya adalah:
Oleh karena itu, di dalam islam hak milik pribadi
tetap diakui.
2.
Tataran morfologi
a.
Penghilangan afiks
· Masih bicara soal kenapa kita perlu mengeluarkan zakat.
Dalam bahasa Indonesia banyak menghilangkan pemakaian afiks,
seharusnya ini tidak perlu terjadi. Kata bicara mengalami penghilangan
awalan ber-. Dalam kaidah bahasa Indonesia yang baku, kata tersebut
harus dibubuhi prefiks ber-, sehingga menjadi berbicara.
Dalam KBBI (2008: ) ber·bi·ca·ra v 1 berkata;
bercakap; berbahasa: siapa yg - dng kamu tadi; ia dapat - dl bahasa Jawa
atau dl bahasa Sunda dng lancar; 2 melahirkan pendapat (dng perkataan,
tulisan, dsb): menuntut ditiadakan larangan - dan berkumpul; ia - atas nama
partainya; 3 berunding; merundingkan: lama juga mereka - tt soal
penjualan tanah itu; 4 ki digunakan untuk (membunuh,
melukai): awas, senjata api ini bisa - kalau kamu tidak mengaku;
Jadi, bentuk bakunya adalah:
Masih berbicara soal mengapa kita perlu mengeluarkan
zakat.
b.
Penyingkatan morf
· Orang yang hobinya cuma ngumpulin, ngitung.
Kata ngumpilin dan ngitung mengalami penyingkatan
morf meng- yang berasal dari kata dasar kumpul dan hitung.
Kata ngumpilin dan ngitung bukan kata baku yang sesuai dengan
kaidah bahasa yang telah ditetapkan, tapi kata ngumpulin dan ngitung
merupakan kata atau bahasa yang biasa digunakan dalam keseharian masyarakat.
Dalam analisis ini saya menggolongkan sebagai penyimpangan.
Jika mengikuti kaidah bahasa yang telah ditetapkan maka kata ngumpulin
seharusnya adalah mengumpulkan. Kata ngitung seharusnya menghitung.
Kata mengumpulkan dalam KBBI (2008: ) berarti me·ngum·pul·kan
v 1 membawa sesuatu dan menyatukan dng yg lain agar berkumpul; 2
mengerahkan (rakyat dsb); menyuruh (membuat dsb) supaya berkumpul: ~
barang-barang antik; ~ orang; 3 menjumlahkan (bilangan dsb): ~
angka kemenangan;
Kata menghitung dalam KBBI (2008: ) berarti meng·hi·tung v
1 mencari jumlahnya (sisanya, pendapatannya) dng menjumlahkan,
mengurangi, dsb: pedagang itu sedang ~ keuntungannya; 2 membilang
untuk mengetahui berapa jumlahnya (banyaknya): panitia pemilihan umum ~
jumlah suara yg masuk untuk masing-masing kontestan; 3 menentukan
atau menetapkan menurut (berdasarkan) sesuatu: ~ kenaikan gaji dr bulan Mei;
~ harga barang dng dolar;
Jadi, bentuk bakunya adalah:
Orang yang hobinya cuma mengumpulkan, menghitung.
· Biasanya kalau sudah nyangkut finansial, panitianya
banyak.
Kata nyangkut mengalami penyingkatan morf meny- yang
berasal dari kata dasar simpan. Kata nyimpen bukan kata baku yang
sesuai dengan kaidah bahasa yang telah ditetapkan, tapi kata nyangkut
merupakan kata atau bahasa yang biasa digunakan dalam keseharian masyarakat.
Dalam analisis ini saya menggolongkan sebagai penyimpangan.
Jika mengikuti kaidah bahasa yang telah ditetapkan maka kata nyangkut
seharusnya adalah menyangkut. Dalam KBBI kata nyangkut tidak
memiliki makna, sedangkan kata menyangkut dalam KBBI (2008: ) berarti: me·nyang·kut
v 1 menyangsang (spt layang-layang di atas pohon); 2
berkaitan (bertalian) dng: Pemerintah mengutamakan pembangunan yg - bidang
produksi sandang pangan;
Jadi, bentuk bakunya adalah:
Biasanya kalau sudah menyangkut finansial, panitianya
banyak
c.
Penggunaan afiks yang tidak tepat
· Kalau sudah ketemu, utamakan yang paling dekat dengan
kita.
Kata ketemu merupakan bentukan kata yang tidak baku dan
tidak sesuai dengan kaidah tata bahasa Indonesia yang telah ditetapkan. Kata ketemu
tersebut dipengaruhi oleh bahasa daerah (terutama bahasa Jawa dan Sunda). Hal
ini terjadi kerena kekurangcermatan dalam memilih prefiks yang tepat.
Kata ketemu seharusnya ditulis atau dilafalkan bertemu.
Kata dasarnya adalah temu dan mendapat awalan ber- menjadi bertemu.
Dalam KBBI (2008: ) ber·te·mu v 1 ditemukan;
diperoleh; terdapat di; kedapatan di: batu permata seelok ini tidak akan ~
di negara ini; 2 berhadapan muka; bersemuka: ia hendak ~ dng tuan
rumah; selamat jalan, sampai ~ lagi; 3 mendapat atau menemukan
(barang yg dicari): betapa dicarinya tiada ~ juga; kalau ~ arloji itu, akan
kuserahkan kpd polisi; 4 berjumpa; bersua: baru-baru ini saya ~
dengannya di depan kantor pos; 5 menjadi satu (berhubungan,
bersinggungan) ujung dng ujung, jalan dng jalan, kali dng kali, dsb: dua
sungai itu ~ di dekat laut; tepi langit ~ dng permukaan laut; 6
sesuai atau cocok (perkataan dng perbuatan, teori dng praktik, dsb); janjinya
tidak pernah ~; teori yg tidak ~ dl praktik; 7 benar-benar terjadi
(tt ramalan, dugaan, dsb); 8 sampai atau tercapai (tt harapan,
cita-cita, dsb): apa yg kuimpikan seminggu yg lalu, ~ juga pd hari ini; 9
dapat atau kena (bahaya, bencana, dsb): ~ dng bahaya maut;~ muka dng
tedung, pb bertemu (berharap-harap) antara dua orang yg sama-sama kuat
(pandai);
Jadi, bentuk bakunya adalah:
Kalau sudah bertemu, utamakan yang paling dekat
dengan kita.
· Kenapa kita perlu mengeluarkan zakat.
Kata kenapa merupakan bentukan kata yang tidak baku dan
tidak sesuai dengan kaidah tata bahasa Indonesia yang telah ditetapkan. Kata kenapa
tersebut dipengaruhi oleh bahasa daerah (terutama bahasa Jawa dan Sunda). Hal
ini terjadi kerena kekurangcermatan dalam memilih prefiks yang tepat.
Kata kenapa seharusnya ditulis atau dilafalkan mengapa.
Kata dasarnya adalah apa dan mendapat awalan meng- menjadi mengapa.
Dalam KBBI (2008: ) meng·a·pa pron kata tanya untuk
menanyakan sebab, alasan, atau perbuatan: ~ kawanmu tidak datang?; sedang --
adikmu itu?
Jadi, bentuk bakunya adalah:
mengapa kita perlu
mengeluarkan zakat.
3.
Tataran semantik
a.
Adanya pengaruh bahasa daerah
· Kalau ngasih orang perasaannya gede aja
Kata gede pada kalimat di atas merupakan kata yang dipengaruhi
oleh bahasa daerah pengguna bahasa. Kata gede dalam KBBI (2008: )
memiliki makna: ge·de /gedé/ a cak besar;
Sebaiknya kata gede diganti dengan kata besar untuk kalimat di atas.
Jadi bentuk bakunya adalah:
Kalau memberi orang perasaannya besar saja.
· Tetangga sebelah kelaparan, cicing wae pura-pura tenyahok
Kata gede pada kalimat di atas merupakan kata yang dipengaruhi
oleh bahasa daerah pengguna bahasa. Kata cicing wae pura-pura teh nyaho meniliki
makna:
Jadi bentuk bakunya adalah:
Tetangga sebelaj kelaparan, hidup pura-pura tak tahu.
b.
Penggunaan unsur yang berlebihan dan mubazir
· Zakat, infak, sodaqoh kepedulian, memberi makan fakir miskin, tidak
kurang sekitar 115 ayat.
Kata-kata yang dimiringkan pada kalimat di atas memiliki makna yang
sama. Penggunaannya yang sekaligus dianggap mubazir karena tidak hemat dalam
penggunaan kata. Oleh karena itu, yang digunakan cukup salah satunyanya saja. Bisa
tidak kurang, atau sekitar.
Jadi bentuk baku kalimat di atas adalah:
Zakat, infak, sodaqoh kepedulian, memberi makan fakir miskin, tidak
kurang 115 ayat.
Zakat, infak, sodaqoh kepedulian, memberi makan fakir miskin, sekitar 115 ayat.
c.
Penggunaan istilah asing
· Infak tidak terikat oleh waktu, anytime
Kata yang digarisbawahi tersebut belum tentu dapat dipahami oleh
orang-orang yang berpendidikan rendah, kerena kalimat tersebut menggunakan
istilah asing. Kata tersebut sebaiknya diganti dengan istilah dalam bahasa
Indonesia, maka orang yang berpendidikan rendah pun bisa mengerti maksud dari
kalimat tersebut.
Jadi kata anytime diganti dengan kata kapan saja.
· Tujuan produktifnya lebih besar ketimabang tujuan konsumtifnya
Kata yang digarisbawahi tersebut belum tentu dapat dipahami oleh
orang-orang yang berpendidikan rendah, kerena kalimat tersebut menggunakan
istilah asing. Kata tersebut sebaiknya diganti dengan istilah dalam bahasa
Indonesia, maka orang yang berpendidikan rendah pun bisa mengerti maksud dari
kalimat tersebut.
Kata produktif sebaiknya diganti dengan yang menghasilkan
Kata konsumtif diganti dengan hanya memakai
· Soal diterima atau tidak, itu hak prerogatif Allah.
Kata yang digarisbawahi tersebut belum tentu dapat dipahami oleh
orang-orang yang berpendidikan rendah, kerena kalimat tersebut menggunakan
istilah asing. Kata tersebut sebaiknya diganti dengan istilah dalam bahasa
Indonesia, maka orang yang berpendidikan rendah pun bisa mengerti maksud dari
kalimat tersebut.
Kata prerogatif sebaiknya diganti dengan khusus atau istimewa
DAFTAR PUSTAKA
Departemen
Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi Keempat.
Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Setyawati,
Nanik. 2010. Analisis Kesalahan Berbahasa Indonesia: Teori dan Praktik.
Surakarta: Yuma Pustaka.