Laman

Selasa, 23 September 2014

variasi dan jenis bahasa

BAB I
PENDAHULUAN
A.           Latar belakang
Bahasa adalah lambang bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap yang mempunyai makna atau arti. Bahasa merupakan alat komunikasi yang digunakan oleh makhluk hidup untuk berinteraksi sesamanya, terutama manusia. Macam-macam bahasa di dunia ini sungguh beragam, terutama di Indonesia yang mempunyai banyak suku bangsa, budaya dan bahasa. Proses menguasai bahasa melibatkan soal-soal luaran seperti latar belakang sosial penutur, kedudukan dan kebudayaan penutur dalam masyarakat.
Sosiolinguistik merupakan ilmu disiplin antara sosiologi dan linguistik, dua bidang ilmu yang mempunyai kaitan yang sangat erat. Sosiologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang kegiatan sosial ataupun gejala sosial dalam suatu masyarakat. Sedangkan linguistik adalah bidang ilmu yang mempelajari bahasa, atau bidang ilmu yang mengambil bahasa sebagai objek kajiannya. Sosiolinguistik merupakan ilmu yang mempelajari ciri dan berbagai variasi bahasa, serta hubungan diantara para bahasawan dengan ciri fungsi variasi bahasa itu di dalam suatu masyarakat bahasa.
Variasi bahasa adalah bentuk-bentuk bagian atau varian dalam bahasa yang masing-masing memiliki pola yang menyerupai pola umum bahasa induksinya. Variasi bahasa disebabkan oleh adanya kegiatan interaksi sosial yang dilakukan oleh masyarakat atau kelompok yang sangat beragam dan dikarenakan oleh para penuturnya yang tidak homogen.
Dalam kehidupan sosial masyarakat yang kompleks tersebut, wajar jika kemudian muncul bermacam-macam variasi di dalam sebuah bahasa. Terlebih lagi jika hal tersebut dipandang dari berbagai sudut yang berbeda. Memperhatikan cara orang-orang menggunakan bahasa dalam konteks sosial yang berbeda memberikan kekayaan informasi mengenai cara bahasa itu bekerja, bagaimana hubungan sosial orang-orang tersebut dalam sebuah komunitas, dan cara mereka saling memberi isyarat terhadap aspek-aspek identitas sosial mereka melalui bahasa yang mereka gunakan.
Dalam hal variasi bahasa ini ada dua pandangan. Pertama, variasi itu dilihat sebagai akibat adanya keragaman sosial penutur bahasa itu dan keragaman fungsi bahasa itu. Jadi variasi bahasa itu terjadi sebagai akibat dari adanya keragaman sosial dan keragaman fungsi bahasa. Kedua, variasi bahasa itu sudah ada untuk memenuhi fungsinya sebagai alat interaksi dalam kegiatan masyarakat yang beraneka ragam. Berkaitan dengan hal tersebut dalam makalah ini akan dibahas mengenai hakikat variasi bahasa dan jenis-jenis variasi bahasa tersebut.
B.            Rumusan masalah
Dari utaian latar belakang di atas dapat kita rumuskan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1.    Apakah yang dimaksud dengan variasi dan jenis bahasa?
2.    Apa sajakah variasi dan jenis bahasa?
C.           Tujuan
1.    Menjelaskan maksud variasi dan jenis bahasa.
2.    Menjelaskan macam-macam variasi dan jenis bahasa










BAB II
PEMBAHASAN
A.           Variasi Bahasa
Sebagai sebuah langue sebuah bahasa mempunyai sistem dan subsistem yang dipahami sama semua penutur bahasa itu. Namun, karena penutur bahasa tersebut, meski berada dalam masyarakat tutur, tidak merupakan kumpulan manusia yang homogen, maka wujud bahasa yang konkret, yang disebut parole, menjadi tidak seragam. Terjadinya keragaman atau kevariasian bahasa ini bukan hanya disebabkan oleh para penuturnya yang tidak homogen, tetapi juga karena kegiatan interaksi sosial yang mereka lakukan sangat beragam. Setiap kegiatan memerlukan atau menyebabkan terjadinya keragaman bahasa itu. Keragaman ini akan semakin bertambah kalau bahasa tersebut di gunakan oleh penutur yang sangat banyak, serta dalam wilayah yang sangat luas. Misalnya, bahasa inggris yang digunakan hampir di seluruh dunia.
Dalam hal variasi atau ragam bahasa ini ada dua pandangan. Pertama, variasi atau ragam bahasa itu dilihat sebagai akibat adanya keragaman sosial penutur bahasa itu dan keragaman fungsi bahasa itu. Kedua, variasi atau ragam bhasa itu sudah ada untuk memenuhi fungsinya sebagai alat interaksi dalam kegiatan masyarakat yang beraneka ragam.
Hartman dan Stork (1972) membedakan variasi berdasarkan kriteria:
a.       Latar belakang geografi dan sosial penutur
b.      Medium yng digunakan
c.       Pokok pembicaraan
Preston dan Shuy (1979) membagi variasi bahasa khususnya untuk bahasa inggris amerika berdasarkan:
a.       Penutur
b.      Interaksi
c.       Kode
d.      Realisasi
Haliday (1970,1990) membedakan variasi bahasa berdasarkan:
a.       Pemakai yamg disebut dialek
b.      Pemakaian yng disebut register
Mc David (1969) membagi variasi bahasa berdasarkan:
a.       Dimensi regional
b.      Dimensi sosial
c.       Dimensi temporal

1.             Variasi dari Segi Penutur
Variasi bahasa pertama yang kita lihat berdasarkan penuturnya adalah variasi bahasa yang disebut idiolek, yakni variasi bahasa yang bersifat perseorangan. Variasi idiolek ini berkenaan dengan “warna” suara, pilihan kata, gaya bahasa, susunan kalimat, dan sebagainya. Namun yang paling dominan adalah “warna” suara itu, sehingga jika kita cukup akrab dengan seseorang, hanya mendengar suara bicaranya tanpa melihat orangnya, kita dapat mengenainya.
Variasi bahasa kedua berdasarkan penuturnya adalah yang disebut dialek, yakni variasi bahasa dari sekelompok penutur yang jumlahnya relatif, yang berada pada suatu tempat, wilayah, atau area tertentu. Karena dialek ini didasarkan pada wilayah atau area tempat tinggal penutur, maka dialek ini lazim disebut dialek areal, dialek regional atau dialek geografi (tetapi dalam makalah ini kita sebut dialek saja). Para penutur dalam suatu dialek, meskipun mereka mempunyai idioleknya masing-masing, memiliki kesamaaan ciri yang menandai mereka berada pada suatu dialek, yang berbeda dengan kelompok penutur lain, yang berada dalam dialeknya sendiri dengan ciri lain yang menandai dialeknya juga. Misalnya, bahasa Jawa dialek Banyumas memiliki ciri tersendiri yang berbeda dengan ciri yang di miliki bahasa Jawa dialek Pekalongan, dialek Semarang atau juga dialek Surabaya. Penggunaan istilah dialek dan bahasa dalam masyarakat umum memang sering kali bersifat ambigu. Secara linguistik jika masyarakat tutur masih saling mengerti, maka saat komunikasinya adalah dua dialek bahasa yang sama. Namun, secara politis, meskipun dua masyarakat tutur bisa saling mengerti karena dua alat komunikasi verbanya mempunya kesamaan sistem dan subsistem, tetapi keduanya dianggap sebagai dua bahasa yang berbeda.
Variasi ketiga berdasarkan penutur adalah yang disebut kronolek atau dialek temporal, yakni variasi bahasa yang digunakan oleh sekelompok sosial pada masa tertentu. Umpamanya, variasi bahasa indonesia pada masa tahun tiga puluhan, variasi yang digunakan tahun lima puluhan, dan variasi yang digunakan pada masa kini. Variasi bahasa pada ketiga zaman itu tentunya berbeda, baik dari segi lafal, ejaan, morfologi, maupun sintaksis. Yang paling tampak biasanya dari segi leksikon, karena bidang ini mudah sekali berubah akibat perubahan sosial budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi.
Variasi bahasa yang keempat berdasarkan penuturnya adalah apa yang disebut sosiolek atau dialek sosial, yakni variasi bahasa yang berkenaan dengan status, golongan, dan kelas sosial para penuturnya. Biasanya variasi inilah yang paling banyak di bicarakan dan paling banyak menyita waktu untuk membicarakannya, karena variasi ini menyangkut semua masalah pribadi para penuturnya, seperti usia, pendidikan, seks, pekerjaan, tingkat kebangsawanan, keadaan sosial ekonomi, dan sebagainya. Berdasarkan usia, kita bisa melihat perbedaan variasi bahasa yang digunakan oleh kanak-kanak, para remaja, orang dewasa, dan orang-orang yang tergolong lansia (=lanjut usia). Perbedaan variasi bahasa di sini bukanlah yang berkenaan dengan isinya, isi pembicaraan, melainkan dalam bidang morfologi, sintaksis dan juga kosakata. Berdasarkan pendidikan kita juga bisa melihat adanya variasi sosial ini. Para penutur yang beruntung memperoleh pendidikan tinggi, akan berbeda variasi bahasanya dengan mereka yang hanya berpendidikan menengah, rendah atau yang tidak berpendidikan sama sekali. Perbedaan ini yang paling jelas adalah daam bidang kosakata, pelafalan, dan juga morfologi, dan sintaksis.
Sehubungan dengan variasi bahasa berkenaan dengan tingkat, golongan, status, dan kelas sosial para penuturnya, biasanya dikemukakan orang variasi bahasa yang disebut :
·      Akrolek, adalah variasi sosial yang dianggap lebih tinggi atau lebih bergengsi dari pada variasi sosial lainnya.
·      Basilek, adalah variasi sosial yang dianggap kurang bergengsi atau bahkan dianggap dipandang rendah.
·      Vulgar, adalah variasi bahasa yang ciri-cirinya tampak pemakaian bahasa oleh mereka yang kurang terpelajar, atau dari kalangan mereka yang tidak berpendidikan.
·      Slang, adalah variasi sosial yang bersifat khusus dan rahasia. Artinya, variasi ini digunakan oleh kalangan tertentu yang sangat terbatas, dan tidak boleh diketahui oleh kalangan diluar kelompok itu. Oleh karena itu, kosakata yang digunakan dalam salng ini selalu berubah-ubah. Slang memang lebih merupakan bidang kosakata daripada bidang fonologi maupun gramatikal. Slang bersifat temporal; dan lebih umum digunakan oleh para kaula muda, meski kaula tua pun ada yang menggunakannya. Karena slang ini bersifat kelompok dan rahasia, maka timbul kesan bahwa slang ini adalah bahasa rahasianya para pencoleng dan penjahat; padahal sebenarnya tidaklah demikian. Faktor kerahasiaan ini menyebabkan pula kosakata yang digunakan daam slang sering berubah.
·      Kolokial, adalah variasi sosial yang digunakan dalam percakapan sehari-hari. Kata kolokial berasal dan kata colloquium (percakapan, konversasi). Jadi, kolokial berrti bahasa percakapan, bukan bahasa tulis. Dalam bahasa Indonesia percakapan banyak digunakan bentuk-bentuk kolikial, seperti dok (dokter), prof ( professor), let (letnan), ndak ada ( tidak ada ), irusah (tidak usah), dan sebagainya.
·      Jargon, adalah variasi sosial yang digunakan secara terbatas oleh kelompok-kelompok sosial tertentu. Ungkapan seringkali digunakan tidak dapat dipahami oleh masyarakat umum atau masyarakat di luar kelompoknya. Namun, ungkapan-ungkapan tersebut tidak bersifat rahasia.
·      Argot, adalah variasi sosial yang digunakan secara terbatas pada profesi-profesi tertentu dan bersifat rahasia. Letak kekhususan argot adalah pada kosakata.
·      Ken (inggris=cant) adalah vaiasi sosial tertentu yang bernada “memelas”, dibuat merengek-rengek, penuh dengan kepura-puraan. Biasanya digunakan oleh para pengemis, seperti tercermin dalam ungkapan the cant of beggar (bahasa pengemis)
2.             Variasi dari Segi Pemakaian
Variasi bahasa berkenaan dengan penggunaannnya, pemakaiannya, atau fungsinya disebut fungsiolek (Nababan 1984), ragam, atau register. Variasi ini biasanya dibicarakan berdasarkan bidang penggunaan, gaya, atau tingkat keformalan, dan sarana penggunaan. Variasi bahasa berdasarkan bidang  pemakaian ini adalah menyangkut bahasa itu digunakan untuk keperluan atau bidang apa. Variasi bahasa berdasarkan  bidang  kegiatan  ini penggunaan paling tampak cirinya adalah dalam bidang kosokata.
Variasi bahasa atau ragam bahasa sastra biasanya menekankan penggunaan bahasa dari sagi estetis, sehinggga dipillihlah dan digunakanlah kosakata yang secara  estetis memiliki ciri eufoni serta daya ungkap yang paling tepat. Dalam bahasa umum orang, misalnya, akan mengatakan, “Saya sudah tua”, tetapi dalam bahasa sastra Ali Hasjmi, seorang penyair Indonesia, mengatakan dalam bentuk puisi.
Ragam bahasa jurnalistik juga mempunyai cirri tertentu, yakni bersifat sederhana, komunikatif, dan ringkas. Dalam bahasa Indonesia ragam jurnalistik ini dikenal dengan sering ditanggalkannya awalan me- atau awalan ber- yang didalam ragam bahasa baku harus digunakan.
Ragam bahasa militer dikenal dengan cirinya yang diringkas dan bersifat tegas, sesuai dengan tugas dan kehidupan kemileteran yang poenuh dengan disiplin dan instruksi. Ragam militer di Indonesia dikenal dengan cirinya yang memerlukan keringkasan dan ketegasan yang dipenuhi dengan berbagai singkatan dan akronim.
Ragam bahasa ilmiah yang juga dikenal dengan cirinya yang lugas, jelas, dan bebas dari keambiguan, serta segala macam metafora dan idiom. Variasi bahasa berdasarkan fungsi ini lazim disebut register. Dalam pembicaraan tentang register ini biasanya dikaitkan dengan masalah dialek.
Dalam kehidupan modern pun ada kemungkinan adanya seseorang yang hanya mengenal satu dialek; namun, pada umumnya dalam masyarakat modern orang hidup dengan lebih dari satu dialek (regional maupun sosial) dan mengetahui sejumlah register, sebab dalam masyarakat modern orang sudah pasti berurusan dengan sejumlah kegiatan yang berbeda.
3.             Variasi dari Segi Keformalan
Berdasrkan tingkat keformalannya, Martin  Joos (1967) dalam bukunya The Five Clock membagi variasi bahasa atas lima macam gaya (Inggris: Style), yaitu gaya atau ragam beku (frozen), gaya atau ragam resmi (formal), gaya atau ragam usaha (konsultatif), gaya atau ragam santai (casual), dan gaya atau ragam akrab (intimate). Dalam pembicaraan selanjutnya kita sebut saja ragam.
Ragam beku adalah variasi bahasa yang paling formal, yang digunakan dalam situasi-situasi khidmat, dan upacara-upacara resmi, misalnya, dalam upacara kenegaraan, khotbah dimesjid, tata cara pengambilan sumpah, kitab undang-undang, akte notaries, dan surat-surat keputusan. Disebut ragam beku karena pola dan kaidahnya sudah ditetapkan secara mantap, tidak boleh diubah. Susunan kalimat dalam ragam beku biasanya panjang-panjang, bersifat kaku; kata-katanya lengkap. Dengan demikian para penutur dan pendengar ragam beku dituntut keseriusan dan perhatian yang penuh.
Ragam resmi dan formal adalah variasi bahasa yang digunakan dalam pidato kenangan, rapat dinas, surat-menyurat dinas, ceramah keagamaan, buku-buku pelajaran, dan sebagainya.
Ragam usaha atau ragam konsultatif adalah variasi bahasa yang lazim digunakan dalam pembicaraan biasa disekolah, dan rapat-rapat atau pembicaraan yang berorientasi kepada hasil atau produksi.
Ragam santai atau ragam kasual adalah variasi bahasa yang digunakan dalam situasi tidak resmi untuk berbincang-bincang dengan keluarga atau teman karib pada waktu beristrirahat, berolah raga,berekreasi, dan sebagainya.
Ragam akrab atau ragam intim adalah variasi bahasa yang biasa digunakan oleh para penutur yang hubungannya sudah akrab, seperti  antar anggota keluarga, atau antarteman yang sudah karib. Ragam ini ditandai dengan penggunaan bahasa yang tidak lengkap, pendek-pendek, dan dengan artikulasi yang sering kali tak jelas. Hal ini terjadi karena diantara partisipan sudah ada saling pengertian dan memiliki pengetahuan yang sama.
4.             Variasi dari Segi Sarana
Dalam hal ini dapat disebut adanya ragam lisan dan ragam tulis, atau ragam dalam berbahasa dengan mengunakan sarana atau alat tertentu, misalnya, dalam bertelepon dan bertelegraf.
Dari contoh tersebut dapat pula ditarik kesimpulan bahwa dalam berbahasa tulis kita harus lebih menaruh perhatian agar kalimat-kalimat yang kita susun dapat dipahami pembaca dengan baik. Kesalahan atau kesalah pengertian dalam berbahasa lisan dapat segera diperbaiki atau diralat, tetapi dalam berbahasa tulis kesalahan atau kesalah pengertian baru kemudian bisa diperbaiki.
Ragam bahasa bertelepon sebenarnya termasuk dalam ragam bahasa lisan dan ragam bahasa dalam bertelegraf sebenarnya termasuk dalam ragam bahasa tulis; tetapi kedua macam saran komunikasi itu mempunyai ciri-ciri dan keterbatasnnya sendiri-sendiri.
B.            Jenis Bahasa
Dalam pembicaraan jenis bahasa, kita bukan hanya berurusan dengan satu bahasa, serta variasinya, juga berurusan dengan sejumlah bahasa, baik yang dimiliki repertoir satu masyarakat tutur maupun yang dimiliki dan digunakan oleh sejumlah masyarakat tutur.
Penjenisan bahasa secara sosiolinguistik tidak sama dengan penjenisan (klasifikasi) bahasa secara geneologis (genetis) maupun tipologis. Penjenisan klasifikasi secara geneologis dan tipologis berkenaan dengan ciri-ciri internal bahasa itu; sedangkan penjenisan secara sosiolinguistik berkenaan dengan faktor-faktor eksternal bahasa atau bahasa itu yakni faktor sosilogis politis, dan kultural.
1.             Jenis Bahasa Berdasarkan Sosiologis
Stewart (dalam Fishman 1968, Abdul Chaer 2010) menggunakan empat dasar untuk menjeniskan bahasa-bahasa secara sosiologis, yaitu:
a.    Standardisasi atau pembakuan adalah adanya kodifikasi dan penerimaan terhadap sebuah bahasa oleh masyarakat pemakai bahasa itu akan seperangkat kaidah atau norma yang menentukan pemakaian “bahasa yang benar”. Jadi, standardisasi ini apakah sebuah bahasa memiliki kaidah-kaidah atau norma-norma yang sudah dikodifikasikan atau tidak yang diterima oleh masyarakat tutur dan merupakan dasar dalam pengajaran bahasa, baik sebagai bahasa pertama maupun bahasa kedua.
b.    Otonomi atau keotonomian.  Sebuah sistem linguistik itu mempunyai keotonomian kalau sistem linguistik itu memiliki kemandirian sistem yang tidak berkaitan dengan bahasa lain (Fishman 1968, dalam Abdul Chaer 2010). Jadi, kalau ada dua sistem linguistik atau lebih tidak mempunyai hubungan kesejarahan, maka berarti keduanya memiliki keotonomian masing-masing.
c.    Historis atau kesejarahan. Sebuah sistem linguistik dianggap mempunyai historis kalau diketahui atau dipercaya sebagai hasil perkembangan yang normal pada masa lalunya (Fishman 1968, dalam Abdul Chaer 2010). Faktor kesejarahan ini berkaitan dengan tradisi etnik tertentu. Jadi faktor historis ini mempersoalkan, apakah sistem linguistik itu tumbuh melalui pemakaian oleh kelompok etnik atau sosial tertentu atau tidak. Para penutur suatu sistem linguistik yang memiliki unsur kesejarahan mempunyai kemungkinan untuk menguasai bahasa kedua, yaitu bahasa lain yang bukan bahasa ibunya.
d.   Vitalitas atau keterpakaian. Menurut Fishman (dalam Abdul Chaer 2010) yang dimaksud dengan vitalitas adalah pemakaian sistem linguistik oleh suatu masyarakat penutur asli yang tidak terisolasi. Jadi, unsur vitalitas ini mempersoalkan apakah sistem liguistik tersebut memiliki penutur asli yang masih menggunakan atau tidak.
2.             Jenis Bahasa Berdasarkan Sikap Politik
Berdasarkan sikap politik atau sosial politik kita dapat membedakan bahasa menjadi bahasa nasional, bahasa resmi, bahasa negara, dan bahasa persatuan.
a.    Bahasa nasional
Sebuah sistem linguistik disebut sebagai bahasa nasional, seringkali juga disebut sebagai bahasa kebangsaan, adalah kalau sistem linguistik itu diangkat oleh suatu bangsa (dalam arti kenegaraan) sebagai salah satu identitas kenasionalan bangsa tersebut. Pengangkatan sebuah sistem linguistik menjadi bahasa nasional adalah barkat sikap dan pemikiran pikiran politik, yaitu agar dikenal sebagai sebuah bangsa (dengan negara yang berdaulat dan berperintahan sendiri) berbeda dengan bangsa lainnya. Pengangkatan sebuah bahasa nasional, bisa berjalan dengan mulus, tetapi juga bisa penuh dengan berbagai hambatan.

b.    Bahasa resmi
Yang dimaksud dengan bahasa resmi adalah sebuah sistem linguistik yang ditetapkan untuk dalam suatu pertemuan, seperti seminar, konferensi, rapat, dan sebagainya.
c.    Bahasa negara
Yang dimaksud dengan bahasa negara adalah sebuah sistem linguistik yang secara resmi dalam undang-undang dasar sebuah negara ditetapkan sebagai alat komunikasi resmi kenegaraan. Artinya, segala urusan kenegaraan, administrasi kenegaraan, dan kegiatan-kegiatan kenegaraan dijalankan dengan menggunakan bahasa itu. Pemilihan dan penetapan  sebuah sistem linguistik menjadi bahasa negara biasanya dikaitkan dengan keterpakaian bahasa itu yang sudah merata di seluruh wilayah negara itu.
d.    Bahasa persatuan
Pengangkatan satu sistem linguistik sebagai bahasa persatuan adalah dilakukan oleh suatu bangsa dalam kerangka perjuangan, di mana bangsa yang berjuang itu merrupakan masyarakat yang multilingual. Kebutuhan akan adanya sebuah bahasa persatuan adalah untuk mengikat dan mempererat rasa persatuan sebagai satu kesatuan bangsa.
3.             Jenis Bahasa Berdasarkan Tahap Pemerolehan
Berdasarkan tahap pemerolehannya dapat dibedakan adanya bahasa ibu, bahasa pertama, dan bahasa kedua (ketiga dan seterusnya), dan bahasa asing. Penanaman bahasa ibu dan bahasa pertama adalah mengacu pada satu sistem linguistik yang sama. Yang disebut bahasa ibu adalah satu sistem linguistik yang pertama kali dipelajari secara alamiah dari ibu atau keluarga yang memelihara seorang anak.
Bahasa ibu lazim juga disebut bahasa pertama (disingkat B1) karena bahasa itulah yang pertama-tama dipelajarinya. Kalau kemudian si anak mempelajari bahasa lain, yang bukan bahasa ibunya, maka bahasa lain yang dipelajarinya itu disebut bahasa kedua (disingkat B2). Andai kata kemudian si anak mempelajari bahasa lainnya lagi maka bahasa yang dipelajari terakhir ini disebut bahasa ketiga (dingkat B3). Begitu pula selanjutnya, ada kemungkinan seorang anak mempelajari bahasa keempat, kelima, dan seterusnya. Pada umumnya bahasa pertama seorang anak Indonesia adalah bahasa daerahnya masing-masing. Sebangkan bahasa Indonesia adalah bahasa kedua karena baru dipelajari ketika masuk sekolah, dan ketika dia sudah menguasai bahasa ibunya, kecuali mereka yang sejak bayi sudah mempelajari bahasa Indonesia dari ibunya.
Yang disebut bahasa asing akan selalu merupakan bahasa kedua bagi seorang anak. Disamping itu penanaman bahasa asing ini juga bersifat politis, yaitu bahasa yang digunakan oleh bangsa lain. Sebuah bahasa asing, bahasa yang bukan milik suatu bangsa (dalam arti kenegaraan) dapat menjadi bahasa kedua. Sebuah bahasa asing dapat juga menjadi bahasa pertama bagi seorang anak kalau anak itu “tercerabut” dari bumi negaranya dan menggunakan bahasa itu sejak bayinya.
4.             Lingua Franca
Yang dimaksud dengan lingua franca adalah sebuah sistem linguistik yang digunakan sebahai alat komunikasi sementara oleh para partisipan yang mempunyai bahasa ibu yang berbeda. Lalu, untuk komunikasi antar bangsa atau antar suku bangsa diperlukan adanya sebuah bahasa yang menjadi lingua franca.
Pemilihan satu sistem linguistik menjadi sebuah lingua franca adalah berdasarkan adanya kesaling pahaman diantara sesama mereka. Karena dasar pemilihan lingua franca adalah keterpahaman atau kesalingpengertian dari para pertisipan yang menggunakannya, maka “bahasa” apapun, baik sebuah langue, pijin, maupun kreol, dapat menjadi sebuah lingua franca itu.



BAB III
PENUTUP

A.           Simpulan
Variasi bahasa adalah macam-macam bentuk bahasa yang berbeda. Variasi bahasa disebabkan oleh adanya kegiatan interaksi sosial yang dilakukan oleh masyarakat atau kelompok yang sangat beragam dan dikarenakan oleh para penuturnya yang tidak homogen. Variasi bahasa terbagi atas variasi dari segi penutur, variasi bahasa dari segi keformalan, variasi dari segi pemakaian, variasi dari segi sarana.
Pembicaraan jenis bahasa, bukan hanya berurusan dengan satu bahasa, serta variasinya, juga berurusan dengan sejumlah bahasa, baik yang dimiliki repertoir satu masyarakat tutur maupun yang dimiliki dan digunakan oleh sejumlah masyarakat tutur. Penjenisan bahasa secara sosiolinguistik berkenaan dengan faktor-faktor eksternal bahasa atau bahasa itu yakni faktor sosilogis politis, dan kultural.
B.            Saran
Sebagai masyarakat pemakai bahasa, kita harus bisa menggunakan bahasa yang baik dan benar. Bahasa yang baik adalah bahasa yang sesuai dengan kaidah yang berlaku dan bahasa yang benar adalah bahasa yang sesuai dengan konteks waktu, tempat, situasi, ataupun lawan bicara. Oleh karena itu, kita harus menjadi masyarakat pengguna variasi bahasa yang tepat.





DAFTAR PUSTAKA
Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. 2010. Sosiolinguistik: Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta