BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Bahasa adalah lambang bunyi yang dihasilkan
oleh alat ucap yang mempunyai makna atau arti. Bahasa merupakan alat komunikasi
yang digunakan oleh makhluk hidup untuk berinteraksi sesamanya, terutama
manusia. Macam-macam bahasa di dunia ini sungguh beragam, terutama di Indonesia
yang mempunyai banyak suku bangsa, budaya dan bahasa. Proses menguasai bahasa
melibatkan soal-soal luaran seperti latar belakang sosial penutur, kedudukan
dan kebudayaan penutur dalam masyarakat.
Sosiolinguistik merupakan ilmu disiplin antara
sosiologi dan linguistik, dua bidang ilmu yang mempunyai kaitan yang sangat
erat. Sosiologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang kegiatan sosial ataupun
gejala sosial dalam suatu masyarakat. Sedangkan linguistik adalah bidang ilmu
yang mempelajari bahasa, atau bidang ilmu yang mengambil bahasa sebagai objek
kajiannya. Sosiolinguistik merupakan ilmu yang mempelajari ciri dan berbagai
variasi bahasa, serta hubungan diantara para bahasawan dengan ciri fungsi variasi
bahasa itu di dalam suatu masyarakat bahasa.
Variasi bahasa adalah bentuk-bentuk bagian atau
varian dalam bahasa yang masing-masing memiliki pola yang menyerupai pola umum
bahasa induksinya. Variasi bahasa disebabkan oleh adanya kegiatan
interaksi sosial yang dilakukan oleh masyarakat atau kelompok yang sangat
beragam dan dikarenakan oleh para penuturnya yang tidak homogen.
Dalam kehidupan sosial masyarakat yang kompleks
tersebut, wajar jika kemudian muncul bermacam-macam variasi di dalam sebuah
bahasa. Terlebih lagi jika hal tersebut dipandang dari berbagai sudut yang
berbeda. Memperhatikan cara orang-orang menggunakan bahasa dalam konteks sosial
yang berbeda memberikan kekayaan informasi mengenai cara bahasa itu bekerja,
bagaimana hubungan sosial orang-orang tersebut dalam sebuah komunitas, dan cara
mereka saling memberi isyarat terhadap aspek-aspek identitas sosial mereka
melalui bahasa yang mereka gunakan.
Dalam hal variasi bahasa ini ada dua pandangan.
Pertama, variasi itu dilihat sebagai akibat adanya keragaman sosial penutur
bahasa itu dan keragaman fungsi bahasa itu. Jadi variasi bahasa itu terjadi
sebagai akibat dari adanya keragaman sosial dan keragaman fungsi bahasa. Kedua,
variasi bahasa itu sudah ada untuk memenuhi fungsinya sebagai alat interaksi
dalam kegiatan masyarakat yang beraneka ragam. Berkaitan dengan hal tersebut
dalam makalah ini akan dibahas mengenai hakikat variasi bahasa dan jenis-jenis
variasi bahasa tersebut.
B.
Rumusan masalah
Dari utaian latar belakang di atas dapat kita
rumuskan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1.
Apakah yang dimaksud dengan variasi dan jenis
bahasa?
2.
Apa sajakah variasi dan jenis bahasa?
C.
Tujuan
1.
Menjelaskan
maksud variasi dan jenis bahasa.
2.
Menjelaskan
macam-macam variasi dan jenis bahasa
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Variasi Bahasa
Sebagai
sebuah langue sebuah bahasa mempunyai sistem dan subsistem yang dipahami sama
semua penutur bahasa itu. Namun, karena penutur bahasa tersebut, meski berada
dalam masyarakat tutur, tidak merupakan kumpulan manusia yang homogen, maka
wujud bahasa yang konkret, yang disebut parole, menjadi tidak seragam.
Terjadinya keragaman atau kevariasian bahasa ini bukan hanya disebabkan oleh
para penuturnya yang tidak homogen, tetapi juga karena kegiatan interaksi
sosial yang mereka lakukan sangat beragam. Setiap kegiatan memerlukan atau
menyebabkan terjadinya keragaman bahasa itu. Keragaman ini akan semakin
bertambah kalau bahasa tersebut di gunakan oleh penutur yang sangat banyak,
serta dalam wilayah yang sangat luas. Misalnya, bahasa inggris yang digunakan
hampir di seluruh dunia.
Dalam
hal variasi atau ragam bahasa ini ada dua pandangan. Pertama, variasi atau
ragam bahasa itu dilihat sebagai akibat adanya keragaman sosial penutur bahasa
itu dan keragaman fungsi bahasa itu. Kedua, variasi atau ragam bhasa itu sudah
ada untuk memenuhi fungsinya sebagai alat interaksi dalam kegiatan masyarakat
yang beraneka ragam.
Hartman
dan Stork (1972) membedakan variasi berdasarkan kriteria:
a.
Latar
belakang geografi dan sosial penutur
b.
Medium
yng digunakan
c.
Pokok
pembicaraan
Preston
dan Shuy (1979) membagi variasi bahasa khususnya untuk bahasa inggris amerika
berdasarkan:
a.
Penutur
b.
Interaksi
c.
Kode
d.
Realisasi
Haliday
(1970,1990) membedakan variasi bahasa berdasarkan:
a.
Pemakai
yamg disebut dialek
b.
Pemakaian
yng disebut register
Mc
David (1969) membagi variasi bahasa berdasarkan:
a.
Dimensi
regional
b.
Dimensi
sosial
c.
Dimensi
temporal
1.
Variasi dari Segi Penutur
Variasi
bahasa pertama yang kita lihat berdasarkan penuturnya adalah variasi bahasa
yang disebut idiolek, yakni variasi bahasa yang bersifat perseorangan.
Variasi idiolek ini berkenaan dengan “warna” suara, pilihan kata, gaya bahasa,
susunan kalimat, dan sebagainya. Namun yang paling dominan adalah “warna” suara
itu, sehingga jika kita cukup akrab dengan seseorang, hanya mendengar suara
bicaranya tanpa melihat orangnya, kita dapat mengenainya.
Variasi
bahasa kedua berdasarkan penuturnya adalah yang disebut dialek, yakni
variasi bahasa dari sekelompok penutur yang jumlahnya relatif, yang berada pada
suatu tempat, wilayah, atau area tertentu. Karena dialek ini didasarkan pada
wilayah atau area tempat tinggal penutur, maka dialek ini lazim disebut dialek
areal, dialek regional atau dialek geografi (tetapi dalam makalah ini kita
sebut dialek saja). Para penutur dalam suatu dialek, meskipun mereka mempunyai
idioleknya masing-masing, memiliki kesamaaan ciri yang menandai mereka berada
pada suatu dialek, yang berbeda dengan kelompok penutur lain, yang berada dalam
dialeknya sendiri dengan ciri lain yang menandai dialeknya juga. Misalnya,
bahasa Jawa dialek Banyumas memiliki ciri tersendiri yang berbeda dengan ciri
yang di miliki bahasa Jawa dialek Pekalongan, dialek Semarang atau juga dialek Surabaya.
Penggunaan istilah dialek dan bahasa dalam masyarakat umum memang sering kali
bersifat ambigu. Secara linguistik jika masyarakat tutur masih saling mengerti,
maka saat komunikasinya adalah dua dialek bahasa yang sama. Namun, secara
politis, meskipun dua masyarakat tutur bisa saling mengerti karena dua alat
komunikasi verbanya mempunya kesamaan sistem dan subsistem, tetapi keduanya
dianggap sebagai dua bahasa yang berbeda.
Variasi
ketiga berdasarkan penutur adalah yang disebut kronolek atau dialek temporal,
yakni variasi bahasa yang digunakan oleh sekelompok sosial pada masa tertentu.
Umpamanya, variasi bahasa indonesia pada masa tahun tiga puluhan, variasi yang
digunakan tahun lima puluhan, dan variasi yang digunakan pada masa kini. Variasi
bahasa pada ketiga zaman itu tentunya berbeda, baik dari segi lafal, ejaan,
morfologi, maupun sintaksis. Yang paling tampak biasanya dari segi leksikon,
karena bidang ini mudah sekali berubah akibat perubahan sosial budaya, ilmu
pengetahuan dan teknologi.
Variasi
bahasa yang keempat berdasarkan penuturnya adalah apa yang disebut sosiolek
atau dialek sosial, yakni variasi bahasa yang berkenaan dengan status,
golongan, dan kelas sosial para penuturnya. Biasanya variasi inilah yang paling
banyak di bicarakan dan paling banyak menyita waktu untuk membicarakannya,
karena variasi ini menyangkut semua masalah pribadi para penuturnya, seperti
usia, pendidikan, seks, pekerjaan, tingkat kebangsawanan, keadaan sosial
ekonomi, dan sebagainya. Berdasarkan usia, kita bisa melihat perbedaan variasi
bahasa yang digunakan oleh kanak-kanak, para remaja, orang dewasa, dan
orang-orang yang tergolong lansia (=lanjut usia). Perbedaan variasi bahasa di sini
bukanlah yang berkenaan dengan isinya, isi pembicaraan, melainkan dalam bidang
morfologi, sintaksis dan juga kosakata. Berdasarkan pendidikan kita juga bisa
melihat adanya variasi sosial ini. Para penutur yang beruntung memperoleh
pendidikan tinggi, akan berbeda variasi bahasanya dengan mereka yang hanya berpendidikan
menengah, rendah atau yang tidak berpendidikan sama sekali. Perbedaan ini yang
paling jelas adalah daam bidang kosakata, pelafalan, dan juga morfologi, dan
sintaksis.
Sehubungan
dengan variasi bahasa berkenaan dengan tingkat, golongan, status, dan kelas
sosial para penuturnya, biasanya dikemukakan orang variasi bahasa yang disebut
:
·
Akrolek, adalah variasi sosial yang dianggap lebih tinggi atau lebih
bergengsi dari pada variasi sosial lainnya.
·
Basilek, adalah variasi sosial yang dianggap kurang bergengsi atau bahkan
dianggap dipandang rendah.
·
Vulgar, adalah variasi bahasa yang ciri-cirinya tampak pemakaian bahasa
oleh mereka yang kurang terpelajar, atau dari kalangan mereka yang tidak
berpendidikan.
·
Slang, adalah variasi sosial yang bersifat khusus dan rahasia. Artinya,
variasi ini digunakan oleh kalangan tertentu yang sangat terbatas, dan tidak
boleh diketahui oleh kalangan diluar kelompok itu. Oleh karena itu, kosakata
yang digunakan dalam salng ini selalu berubah-ubah. Slang memang lebih merupakan
bidang kosakata daripada bidang fonologi maupun gramatikal. Slang bersifat
temporal; dan lebih umum digunakan oleh para kaula muda, meski kaula tua pun
ada yang menggunakannya. Karena slang ini bersifat kelompok dan rahasia, maka
timbul kesan bahwa slang ini adalah bahasa rahasianya para pencoleng dan
penjahat; padahal sebenarnya tidaklah demikian. Faktor kerahasiaan ini
menyebabkan pula kosakata yang digunakan daam slang sering berubah.
·
Kolokial, adalah variasi sosial yang digunakan dalam percakapan sehari-hari.
Kata kolokial berasal dan kata colloquium (percakapan, konversasi). Jadi,
kolokial berrti bahasa percakapan, bukan bahasa tulis. Dalam bahasa Indonesia
percakapan banyak digunakan bentuk-bentuk kolikial, seperti dok (dokter), prof
( professor), let (letnan), ndak ada ( tidak ada ), irusah (tidak usah), dan
sebagainya.
·
Jargon, adalah variasi sosial yang digunakan secara terbatas oleh
kelompok-kelompok sosial tertentu. Ungkapan seringkali digunakan tidak dapat
dipahami oleh masyarakat umum atau masyarakat di luar kelompoknya. Namun,
ungkapan-ungkapan tersebut tidak bersifat rahasia.
·
Argot, adalah variasi sosial yang digunakan secara terbatas pada
profesi-profesi tertentu dan bersifat rahasia. Letak kekhususan argot adalah
pada kosakata.
·
Ken (inggris=cant)
adalah vaiasi sosial tertentu yang bernada “memelas”, dibuat merengek-rengek,
penuh dengan kepura-puraan. Biasanya digunakan oleh para pengemis, seperti
tercermin dalam ungkapan the cant of beggar (bahasa pengemis)
2.
Variasi
dari Segi Pemakaian
Variasi
bahasa berkenaan dengan penggunaannnya, pemakaiannya, atau fungsinya disebut
fungsiolek (Nababan 1984), ragam, atau register. Variasi ini biasanya
dibicarakan berdasarkan bidang penggunaan, gaya, atau tingkat keformalan, dan
sarana penggunaan. Variasi bahasa berdasarkan bidang pemakaian ini adalah menyangkut bahasa itu
digunakan untuk keperluan atau bidang apa. Variasi bahasa berdasarkan bidang
kegiatan ini penggunaan paling
tampak cirinya adalah dalam bidang kosokata.
Variasi
bahasa atau ragam bahasa sastra
biasanya menekankan penggunaan bahasa dari sagi estetis, sehinggga dipillihlah
dan digunakanlah kosakata yang secara
estetis memiliki ciri eufoni serta daya ungkap yang paling tepat. Dalam bahasa
umum orang, misalnya, akan mengatakan, “Saya sudah tua”, tetapi dalam bahasa
sastra Ali Hasjmi, seorang penyair Indonesia, mengatakan dalam bentuk puisi.
Ragam
bahasa jurnalistik juga mempunyai
cirri tertentu, yakni bersifat sederhana, komunikatif, dan ringkas. Dalam
bahasa Indonesia ragam jurnalistik ini dikenal dengan sering ditanggalkannya
awalan me- atau awalan ber- yang didalam ragam bahasa baku harus digunakan.
Ragam
bahasa militer dikenal dengan
cirinya yang diringkas dan bersifat tegas, sesuai dengan tugas dan kehidupan
kemileteran yang poenuh dengan disiplin dan instruksi. Ragam militer di
Indonesia dikenal dengan cirinya yang memerlukan keringkasan dan ketegasan yang
dipenuhi dengan berbagai singkatan dan akronim.
Ragam
bahasa ilmiah yang juga
dikenal dengan cirinya yang lugas, jelas, dan bebas dari keambiguan, serta
segala macam metafora dan idiom. Variasi bahasa berdasarkan fungsi ini lazim
disebut register. Dalam pembicaraan tentang register ini biasanya dikaitkan
dengan masalah dialek.
Dalam
kehidupan modern pun ada kemungkinan adanya seseorang yang hanya mengenal satu
dialek; namun, pada umumnya dalam masyarakat modern orang hidup dengan lebih
dari satu dialek (regional maupun sosial) dan mengetahui sejumlah register,
sebab dalam masyarakat modern orang sudah pasti berurusan dengan sejumlah
kegiatan yang berbeda.
3.
Variasi
dari Segi Keformalan
Berdasrkan
tingkat keformalannya, Martin Joos
(1967) dalam bukunya The Five Clock membagi variasi bahasa atas lima macam gaya
(Inggris: Style), yaitu gaya atau ragam beku (frozen), gaya atau ragam resmi
(formal), gaya atau ragam usaha (konsultatif), gaya atau ragam santai (casual),
dan gaya atau ragam akrab (intimate). Dalam pembicaraan selanjutnya kita sebut
saja ragam.
Ragam
beku adalah variasi bahasa yang paling formal, yang digunakan dalam
situasi-situasi khidmat, dan upacara-upacara resmi, misalnya, dalam upacara
kenegaraan, khotbah dimesjid, tata cara pengambilan sumpah, kitab
undang-undang, akte notaries, dan surat-surat keputusan. Disebut ragam beku
karena pola dan kaidahnya sudah ditetapkan secara mantap, tidak boleh diubah. Susunan
kalimat dalam ragam beku biasanya panjang-panjang, bersifat kaku; kata-katanya
lengkap. Dengan demikian para penutur dan pendengar ragam beku dituntut
keseriusan dan perhatian yang penuh.
Ragam
resmi dan formal adalah variasi bahasa
yang digunakan dalam pidato kenangan, rapat dinas, surat-menyurat dinas,
ceramah keagamaan, buku-buku pelajaran, dan sebagainya.
Ragam
usaha atau ragam konsultatif adalah
variasi bahasa yang lazim digunakan dalam pembicaraan biasa disekolah, dan
rapat-rapat atau pembicaraan yang berorientasi kepada hasil atau produksi.
Ragam
santai atau ragam kasual adalah variasi
bahasa yang digunakan dalam situasi tidak resmi untuk berbincang-bincang dengan
keluarga atau teman karib pada waktu beristrirahat, berolah raga,berekreasi,
dan sebagainya.
Ragam
akrab atau ragam intim adalah variasi
bahasa yang biasa digunakan oleh para penutur yang hubungannya sudah akrab,
seperti antar anggota keluarga, atau
antarteman yang sudah karib. Ragam ini ditandai dengan penggunaan bahasa yang
tidak lengkap, pendek-pendek, dan dengan artikulasi yang sering kali tak jelas.
Hal ini terjadi karena diantara partisipan sudah ada saling pengertian dan memiliki
pengetahuan yang sama.
4.
Variasi
dari Segi Sarana
Dalam
hal ini dapat disebut adanya ragam lisan dan ragam tulis, atau ragam dalam
berbahasa dengan mengunakan sarana atau alat tertentu, misalnya, dalam bertelepon
dan bertelegraf.
Dari
contoh tersebut dapat pula ditarik kesimpulan bahwa dalam berbahasa tulis kita
harus lebih menaruh perhatian agar kalimat-kalimat yang kita susun dapat
dipahami pembaca dengan baik. Kesalahan atau kesalah pengertian dalam berbahasa
lisan dapat segera diperbaiki atau diralat, tetapi dalam berbahasa tulis
kesalahan atau kesalah pengertian baru kemudian bisa diperbaiki.
Ragam
bahasa bertelepon sebenarnya
termasuk dalam ragam bahasa lisan dan ragam bahasa dalam bertelegraf
sebenarnya termasuk dalam ragam bahasa tulis; tetapi kedua macam saran
komunikasi itu mempunyai ciri-ciri dan keterbatasnnya sendiri-sendiri.
B.
Jenis Bahasa
Dalam
pembicaraan jenis bahasa, kita bukan hanya berurusan dengan satu bahasa, serta
variasinya, juga berurusan dengan sejumlah bahasa, baik yang dimiliki repertoir
satu masyarakat tutur maupun yang dimiliki dan digunakan oleh sejumlah
masyarakat tutur.
Penjenisan
bahasa secara sosiolinguistik tidak sama dengan penjenisan (klasifikasi) bahasa
secara geneologis (genetis) maupun tipologis. Penjenisan klasifikasi secara
geneologis dan tipologis berkenaan dengan ciri-ciri internal bahasa itu;
sedangkan penjenisan secara sosiolinguistik berkenaan dengan faktor-faktor
eksternal bahasa atau bahasa itu yakni faktor sosilogis politis, dan kultural.
1.
Jenis Bahasa Berdasarkan Sosiologis
Stewart
(dalam Fishman 1968, Abdul Chaer 2010) menggunakan empat dasar untuk
menjeniskan bahasa-bahasa secara sosiologis, yaitu:
a.
Standardisasi atau pembakuan adalah adanya kodifikasi dan penerimaan terhadap
sebuah bahasa oleh masyarakat pemakai bahasa itu akan seperangkat kaidah atau
norma yang menentukan pemakaian “bahasa yang benar”. Jadi, standardisasi ini
apakah sebuah bahasa memiliki kaidah-kaidah atau norma-norma yang sudah
dikodifikasikan atau tidak yang diterima oleh masyarakat tutur dan merupakan
dasar dalam pengajaran bahasa, baik sebagai bahasa pertama maupun bahasa kedua.
b.
Otonomi atau keotonomian. Sebuah
sistem linguistik itu mempunyai keotonomian kalau sistem linguistik itu
memiliki kemandirian sistem yang tidak berkaitan dengan bahasa lain (Fishman
1968, dalam Abdul Chaer 2010). Jadi, kalau ada dua sistem linguistik atau lebih
tidak mempunyai hubungan kesejarahan, maka berarti keduanya memiliki
keotonomian masing-masing.
c.
Historis atau kesejarahan. Sebuah sistem linguistik dianggap mempunyai
historis kalau diketahui atau dipercaya sebagai hasil perkembangan yang normal
pada masa lalunya (Fishman 1968, dalam Abdul Chaer 2010). Faktor kesejarahan
ini berkaitan dengan tradisi etnik tertentu. Jadi faktor historis ini
mempersoalkan, apakah sistem linguistik itu tumbuh melalui pemakaian oleh
kelompok etnik atau sosial tertentu atau tidak. Para penutur suatu sistem
linguistik yang memiliki unsur kesejarahan mempunyai kemungkinan untuk
menguasai bahasa kedua, yaitu bahasa lain yang bukan bahasa ibunya.
d.
Vitalitas atau keterpakaian. Menurut Fishman (dalam Abdul Chaer 2010) yang
dimaksud dengan vitalitas adalah pemakaian sistem linguistik oleh suatu
masyarakat penutur asli yang tidak terisolasi. Jadi, unsur vitalitas ini
mempersoalkan apakah sistem liguistik tersebut memiliki penutur asli yang masih
menggunakan atau tidak.
2.
Jenis Bahasa Berdasarkan Sikap Politik
Berdasarkan
sikap politik atau sosial politik kita dapat membedakan bahasa menjadi bahasa
nasional, bahasa resmi, bahasa negara, dan bahasa persatuan.
a.
Bahasa nasional
Sebuah sistem linguistik disebut sebagai bahasa nasional,
seringkali juga disebut sebagai bahasa kebangsaan, adalah kalau sistem
linguistik itu diangkat oleh suatu bangsa (dalam arti kenegaraan) sebagai salah
satu identitas kenasionalan bangsa tersebut. Pengangkatan sebuah sistem
linguistik menjadi bahasa nasional adalah barkat sikap dan pemikiran pikiran
politik, yaitu agar dikenal sebagai sebuah bangsa (dengan negara yang berdaulat
dan berperintahan sendiri) berbeda dengan bangsa lainnya. Pengangkatan sebuah
bahasa nasional, bisa berjalan dengan mulus, tetapi juga bisa penuh dengan
berbagai hambatan.
b.
Bahasa resmi
Yang dimaksud dengan bahasa resmi adalah sebuah sistem linguistik
yang ditetapkan untuk dalam suatu pertemuan, seperti seminar, konferensi,
rapat, dan sebagainya.
c.
Bahasa negara
Yang dimaksud dengan bahasa negara adalah sebuah sistem linguistik
yang secara resmi dalam undang-undang dasar sebuah negara ditetapkan sebagai
alat komunikasi resmi kenegaraan. Artinya, segala urusan kenegaraan,
administrasi kenegaraan, dan kegiatan-kegiatan kenegaraan dijalankan dengan
menggunakan bahasa itu. Pemilihan dan penetapan
sebuah sistem linguistik menjadi bahasa negara biasanya dikaitkan dengan
keterpakaian bahasa itu yang sudah merata di seluruh wilayah negara itu.
d.
Bahasa persatuan
Pengangkatan satu sistem linguistik sebagai bahasa persatuan adalah
dilakukan oleh suatu bangsa dalam kerangka perjuangan, di mana bangsa yang
berjuang itu merrupakan masyarakat yang multilingual. Kebutuhan akan adanya
sebuah bahasa persatuan adalah untuk mengikat dan mempererat rasa persatuan
sebagai satu kesatuan bangsa.
3.
Jenis Bahasa Berdasarkan Tahap Pemerolehan
Berdasarkan
tahap pemerolehannya dapat dibedakan adanya bahasa ibu, bahasa pertama, dan
bahasa kedua (ketiga dan seterusnya), dan bahasa asing. Penanaman bahasa ibu
dan bahasa pertama adalah mengacu pada satu sistem linguistik yang sama. Yang
disebut bahasa ibu adalah satu sistem linguistik yang pertama kali dipelajari
secara alamiah dari ibu atau keluarga yang memelihara seorang anak.
Bahasa
ibu lazim juga disebut bahasa pertama (disingkat B1) karena bahasa itulah yang
pertama-tama dipelajarinya. Kalau kemudian si anak mempelajari bahasa lain,
yang bukan bahasa ibunya, maka bahasa lain yang dipelajarinya itu disebut
bahasa kedua (disingkat B2). Andai kata kemudian si anak mempelajari bahasa
lainnya lagi maka bahasa yang dipelajari terakhir ini disebut bahasa ketiga
(dingkat B3). Begitu pula selanjutnya, ada kemungkinan seorang anak mempelajari
bahasa keempat, kelima, dan seterusnya. Pada umumnya bahasa pertama seorang
anak Indonesia adalah bahasa daerahnya masing-masing. Sebangkan bahasa
Indonesia adalah bahasa kedua karena baru dipelajari ketika masuk sekolah, dan
ketika dia sudah menguasai bahasa ibunya, kecuali mereka yang sejak bayi sudah
mempelajari bahasa Indonesia dari ibunya.
Yang
disebut bahasa asing akan selalu merupakan bahasa kedua bagi seorang anak.
Disamping itu penanaman bahasa asing ini juga bersifat politis, yaitu bahasa
yang digunakan oleh bangsa lain. Sebuah bahasa asing, bahasa yang bukan milik
suatu bangsa (dalam arti kenegaraan) dapat menjadi bahasa kedua. Sebuah bahasa
asing dapat juga menjadi bahasa pertama bagi seorang anak kalau anak itu
“tercerabut” dari bumi negaranya dan menggunakan bahasa itu sejak bayinya.
4.
Lingua Franca
Yang
dimaksud dengan lingua franca adalah sebuah sistem linguistik yang digunakan
sebahai alat komunikasi sementara oleh para partisipan yang mempunyai bahasa
ibu yang berbeda. Lalu, untuk komunikasi antar bangsa atau antar suku bangsa
diperlukan adanya sebuah bahasa yang menjadi lingua franca.
Pemilihan
satu sistem linguistik menjadi sebuah lingua franca adalah berdasarkan adanya
kesaling pahaman diantara sesama mereka. Karena dasar pemilihan lingua franca
adalah keterpahaman atau kesalingpengertian dari para pertisipan yang
menggunakannya, maka “bahasa” apapun, baik sebuah langue, pijin, maupun kreol,
dapat menjadi sebuah lingua franca itu.
BAB III
PENUTUP
A.
Simpulan
Variasi bahasa adalah macam-macam bentuk bahasa yang
berbeda. Variasi bahasa disebabkan oleh adanya kegiatan interaksi
sosial yang dilakukan oleh masyarakat atau kelompok yang sangat beragam dan
dikarenakan oleh para penuturnya yang tidak homogen. Variasi bahasa terbagi
atas variasi dari segi penutur, variasi bahasa dari segi keformalan, variasi
dari segi pemakaian, variasi dari segi sarana.
Pembicaraan
jenis bahasa, bukan hanya berurusan dengan satu bahasa, serta variasinya, juga
berurusan dengan sejumlah bahasa, baik yang dimiliki repertoir satu masyarakat
tutur maupun yang dimiliki dan digunakan oleh sejumlah masyarakat tutur. Penjenisan
bahasa secara sosiolinguistik berkenaan dengan faktor-faktor eksternal bahasa
atau bahasa itu yakni faktor sosilogis politis, dan kultural.
B.
Saran
Sebagai
masyarakat pemakai bahasa, kita harus bisa menggunakan bahasa yang baik dan
benar. Bahasa yang baik adalah bahasa yang sesuai dengan kaidah yang berlaku
dan bahasa yang benar adalah bahasa yang sesuai dengan konteks waktu, tempat,
situasi, ataupun lawan bicara. Oleh karena itu, kita harus menjadi masyarakat
pengguna variasi bahasa yang tepat.
DAFTAR PUSTAKA
Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. 2010. Sosiolinguistik: Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka
Cipta
http://jasonwalkerpanggabean.blogspot.com/2013/12/makalah-jenis-dan-variasi-bahasa.html Diakses tanggal 22 September 2014; 15.25 WIB.